BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Cabang
olahraga bola basket mempunyai perkembangan yang cukup pesat, apalagi dengan
semakin gencarnya penayangan pertandingan-pertandingan menarik dari Liga Bola
Basket Amerika (NBA) yang ditayangkan oleh televise dan ditambah beberapa iklan
promosi yang di latar belakangi oleh permainan sehingga timbul kesan bahwa
tiada hari tanpa permainan bola basket. Dapat terlihat bahwa yang paling banyak
menerima pengaruh dari penayangan tersebut adalah kaum muda, khususnya para pelajar
mulai dari tingkat SD Sampai Perguruan Tinggi.
Dengan
melihat kondisi seperti ini, tentu merupakan suatu angin segar yang perlu mendapat perhatian terutama para
Pembina cabang olahraga ini, sebagaimana diketahui bahwa untuk menciptakan
atlet yang berkualitas, maka harus dimulai sejak dini (yunior) karena pada usia
tersebut merupakan saat yang paling tepat untuk dapat diberikan latihan-latihan
dasar, baik fisik maupun psikis yang merupakan salah satu bekal apabila atlet
tersebut meningkat pada taraf yang lebih tinggi.
Sudah
disepakati bersama untuk meningkatkan prestasi seorang atlet bukan hanya
dilihat dari segi kemampuan fisiknya saja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
factor psikis dari setiap atlet. Demikian pula dalam cabang olahraga bola basket,
disamping di tuntut kemampuan fisik juga sangat dipengaruhi oleh factor psikis.
Hal ini secara jelas dapat dilihat pada seorang atlet yang akan melakukan
tembakan kekeranjang yang apabila terjadi gangguan terhadap psikisnya maka
besar kemungkinan tembakan tersebut tidak akan berhasil. Akan tetapi, apabila
seseorang atlet mempunyai kekuatan psikis yang stabil, maka besar kemungkinan
tembakan itu akan berhasil.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Stress
dalam olahraga bola basket
2. Emosi
dalam olahraga bola basket
3. Hubungan
stress dan emosi terhadap perkembangan atlet bola basket
1.3
Tujuan
1. Menjelaskan
bagamaimana Stress dalam olahraga bola basket
2. Menjelaskan
Emosi dalam olahraga bola basket
3. Menjelaskan
Hubungan stress dan emosi terhadap perkembangan atlet bola basket
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Stress Dalam Olahraga Bola Basket
Seorang
atlet dalam cabang olahraga bola basket seharunya memiliki kepribadian tidak
mudah stress, karena sering dijumpai baik pada waktu latihan maupun pada saat
pertandingan berlangsung, terkadang seorang atlet merasa kurang produktif dalam melakukan
tembakan, atau selalu membuat kesalahan pada waktu melakukan dribbling maupun
passing, seorang atlet yang mengalami stress tentu akan merasa dirinya memiliki
ganguan. Jika hal ini dibiarkan berlanjut, kemungkinan atlet tersebut akan
mengalami ganguan mental yang berkelanjutan. Hal ini tentunya menghalangi
prestasi atlet itu sendiri.
Teori
stress pada prinsipnya terjadi di otak. Hal ini berkaitan karena proses
penerimaan segala masalah semuanya diserap melalui otak. Ketika otak menerima
masalah maka akan bereaksi terhadap kondisi tubuh. Sehingga gejala stress
seperti jengkel, sedih, takut, atau kecewa juga ikut muncul. selanjutnya otak
akan memberi isyarat kepada beberapa kelenjar seperti kelenjar hormon hipofisis
tepatnya dibawah hipothalamus dan kelenjar adrenal tepatnya diatas ginjal.
untuk ditanggapi sebagai benda asing. jika kemampuan kedua hormon ini tidak
responsif terhadap benda asing tersebut maka akan dibaca sebagai stress.
Dampak
ketidakseimbangan dalam menghadapi gangguan tersebut dapat berupa gangguan
pendengaran dan penglihatan. selain itu pula berdampak pada sistem pembuluh
darah jantung, pencernaan dan pernafasan. Secara sederhana tanda dari
kemunculan stress itu dapat dilihat jika terjadi tekanan darah meningkat,
denyut nadi berdetak cepat, gerakan peristaltik terganggu, dan terjadi
peningkatan asam lambung yang berefek pada iritasi lambung. ini semua terjadi
ketika reaksi isyarat yang diberikan otak tidak dapat ditolerir oleh syaraf
sehingga kedua hormon ini bekerja secara maksimal yang akhirnya zat-zat kimia
berbahaya dalam tubuh juga ikut berproses dalam tubuh dan menghasilkan tanda
stress tersebut.
Dengan berbagai kemunculan dampak
dari stress, setiap oarang berupaya untuk menghindari penyebab dan gejalanya.
Dalam tinjauan studi referensi beredar berbagai metode-metode dalam menghalangi
serta mngobati penyakit stress ini. Diantaranya ketika tampak stress terjangkit
dalam tubuh seseorang maka sebaiknya lakukan terapi positif thinking. karena
dengan metode ini seseorang akan merasa enjoy terhadap sinyal negatif yang akan
mengganggu kondisi tubuh. selai itu pula berusaha mencari dukungan sosial
adalah bentuk strategi dalam menangani stress. Dan yang paling utama adalah
kembalikan masalah tersebut kepada tuhan pencipta karena sesungguhnya segala
polemik yang muncul dan berkembang dalam hidup ini adalah bentuk cobaan dan
ujian tuhan terhadap makhluk ciptaannya.
Menurut
Scanlan (1984) dalam tulisannya yang berjudul: “Competitive Stress and the
Child Athlete” yang dimuat dalam buku “Psicological Foundations of Sports”
mengemukakan bahwa “competitive stress”
atau stress yang timbul dalam pertandingan merupakan reaksi emosional yang
negatif pada anak apabila rasa harga-dirinya merasa terancam. Hal ini terjadi
apabila atlet yunior mengangggap pertandingan sebagai tantangan yang berat
untuk dapat sukses, mengingat kemampuan penampilannya, dan dalam keadaan
seperti ini atlet lebih memikirkan akibat dari kekalahannya.
Stress selalu akan terjadi dari individu apabila sesuatu
yang diharapkan mendapat tantangan, sehingga kemungkinan tidak tercapainya
harapan tersebut menghantui pikirannya. Stress adalah suatu ketegangan
emosional, yang akhir berpengaruh terhadap proses-proses psikologik maupun
fisiologik.
Spielberger
(1986) dalam tulisannya mengenai “Stress and Anxiety in Sports” dalam kumpulan
karya ilmiah yang dihimpun oleh Morgan berjudul “Sport Psycology” (1986)
menegaskan bahwa stress menunjukkan “psychobiological process” yang kompleks,
dan proses ini pada umunya terjadi dalam situasi yang mengandung hal yang dapat
merugikan, berbahaya, atau dapat menimbulkan frustasi (stressor).
“Stressor”
menurut Spielberger (1986) menunjukkan situasi-situasi atau stimuli yang secara
obyekiti ditandai dengan adanya tekanan fisik ataupun psikologik atau bahaya
dalam suatu tingkat tertentu. Situasi penuh stress akan ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari dalam tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan
manusia.
Reaksi
yang berbeda-beda akan muncul dalam menghadapi “stressor”, tergantung pada
situasi tertentu yang diperkirakan mengandung ancaman. Ancaman juga berkaitan
dengan persepsi dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai
hal yang dapat merugikan dan mengandung bahaya. Dalam hubungannya dengan
aktivitas olahraga, khususnya kemunginan terjadinya stress menghadapi
pertandingan, maka permasalahannya sangat banyak tergantung pada diri atlet
yang bersangkutan.
Mengenai
timbulnya stress, Gauron (1984) berkesimpulan:
1.
“Because stress is an inevitable part of life,
it cannot be avoided.
2.
Since stress is inevitable, individuals must
reduce its effects and cope through a personal stress management program.
3.
Chronic stress may have adverse effects upon
the body particularly if it is not taught to relax”.
Mungkin
sekali suatu situasi yang sama dapat dirasakan sebagai ancaman bagi seorang
atlet, tetapi hanya merupakan tantangan bagi atlet lain, dan mungkin bahkan
tidak berarti apa-apa bagi atlet lain. Jadi dari pengalaman-pengalaman mengenai
ancaman, ada hubungannya dengan keadaan mental atlet yang bersangkutan.
Mengenai
ancaman dalam kaitannya dengan keadaan mental atlit, Spielberger (1986)
mengemukakan adanya dua karakteristik pokok yang disimpulkannya sebagai
berikut:
“Thus,
the experience of threat is, essentially, a state of mind which has two main
characteristic:
(1)
It is
future-oriented, generally involving the anticipation of a potentially harmful
event has not yet happened; and
(2)
It is
mediates by mental activities-peerceptions, thought, memory, and judgment which
are involved in the appraisal process”.
Penilaian adanya ancaman yang
dihadapi dan adanya penilaian bahaya yang akan dihadapi (masa depan) member
andil penting terhadap timbulnya reaksi emosional, serta tindakan yang akan
diambil individu menghindari ancaman atau bahaya yang akan dihadapinya.
2.2
Emosi dalam Olahraga Bola Basket
Berkaitan dengan
hakikat emosi, Beck mengungkapkan pendapat James & Lange yang menjelaskan
bahwa Emotion is the perception of bodily
changes wich occur in response to an event. Emosi adalah persepsi perubahan jasmniah yang terjadi dalam memberi
tanggapan (respons) terhadap suatu peristiwa. Definisi ini bermaksud
menjelaskan bahwa pengalaman emosi merupakan persepsi dari reaksi terhadap
situasi.
Kata
emosi secara sederhana bisa didefinisikan sebagai menerapkan “gerakan” baik
secara metafora maupun harfiah, untuk mengeluarkan perasaan. Emosi sejak lama
dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa latin, emosi
dijelaskan sebgai motus anima yang
arti harfiahnya ”jiwa yang menggerakan kita”. Berlawanan dengan kebanyakan
pemikiran konvensional, emosi bukan sesuatu yang bersifat positif atau
negative, tetapi emosi berlaku sebagai sumber energi autentitas, dan semangat
manusia yang paling kuat dan dapat menjadi sumber kebijakan intuitif. Dengan
kata lain, emosi tidak lagi dianggap sebagai penghambat dalam hidup kita,
melainkan sebagai sumber kecerdasan, kepekaan, kedermawanan, bahkan bijaksana.
Sementara
itu, Lerner menjelaskan arti emosi sebagai: what
exactly is emotion, two components are generally believed to make up emotional
experience: psychological response and subjective felling. Maksudnya, ada
dua komponen yang pada umumnya dipercayai membentuk pengalaman emosi, yaitu
tanggapan psikologis dan perasaan-perasaan subjektif.
Selanjutnya,
Lerner mengungkapkan bahwa pada saat seseorang mengalami emosi, berbagai
perubahan psikologis dapat terjadi, seperti :
1. Bola
mata membesar;
2. Detak
jantung meningkat;
3. Desahan
atau tarikan napasyang dalam dan tersengal-sengal;
4. Bulu
roma di badan sendiri;
5. Gerakan
getrointestional berhenti sementara
membuat darah mengalir dengan deras dari perut memasuki otot-otot;
6. Hati
membebaskan gula memasuki aliran darah untuk meningkatkan energi;
7. Keringat
meningkat, sementara produksi air liur menurun.
Lebih lanjut,
Lerner mengemukakan beberapa temuan mereka bahwa emosi tidak sama dengan motif
atau dorongan. Emosi timbul sebagai tanggapan atas aspek lingkungan. Sebaliknya
motif cenderung muncul sebagai rangsangan internal, misalnya rasa lapar yang
diarahkan kepada objek di lingkungan, karena melihat makanan. Di samping itu,
emosi juga mencakup perubahan dan perasaan subjektif.
Berbeda dengan
pendapat Lerner, Crooks & stein mengungkapkan bahwa hubungan motivasi dan
emosi (perasaan-perasaan dan gejolak yang subjektif) sangat erat sekali.
Menurutnya, emosi acap kali motivasi tindakan. Sebagai contoh pada seorang anak
kecil yang sedang marah, menyebabkannya menendang tembok di kamarnya, atau pada
saat seorang sisawa merasa takut akan gagal, ia memotivasi dirinya untuk
meninggalkan kelas.
Selain pendapat
Lerner di atas, Wortman juga mengemukakan beberapa pendapat tentang emosi.
Menurutnya, kebahagiaan adalah suatu emosi yang positif, termasuk kepuasan
batin dan kesenangan. Para ahli psikologi yang telah berusaha mencari akar
kebahagiaanmengajukan beberapa teori, yaitu:
1. Kebahagiaan
terletak pada kecenderungan membuat konspirasi yang memungkinkan (favourable) antara diri sendiri dan
orang lain;
2. Orang-orang
yang paling bahagia adalah mereka yang mempunyai cirri-ciri khusus kepribadian
apa adanya yang diiringi kualitasketegangan saraf yang rendah;
3. Kebahagiaan
datang dari kemampuan untuk “menghilangkan” sendiri dalam beberapa tugas yang
menjadi tantangan, sehingga mengejar kesadaran atas kebahagiaan dapat
dilupakan.
Masih berkaitan
dengan emosi, menurut ahli sosiobiologi, emosi menuntut kita menghadapi
saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampauriskan apabila hanya diserahkan
pada otak. Bahaya yang mungkin terjadi adalah kehilangan yang menyedihkan
bertahan mencapai tujuan kendati dilanda kekecewaan, keterikatan dengan
pasangan, membina keluarga. Setiap emosi menawarkan pola tindakan tersendiri
dan masing-masing menuntut kita kearah yang telah terbukti berjalan baik ketika
menangani tantangan yang dating berulang-ulang dalam hidup manusia.
Emosi pada
dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi
masalah yang ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Pengertian emosi
tersebut masih membingungkan, baik menurut para ahli psikologi maupun ahli
filsafat. Akan tetapi, makna paling harfiah dari emosi didefinisikan sebagai
setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, dan nafsu; setiap keadaan
mental yang hebat atau meluap-luap. Oleh karena itu, emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis, psikologis, dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Menurut Golenman
ada ratusan emosi bersama dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya.
Lingkup kajian emosi masih menjadikan perdebatan para peneliti mana yang
benar-benar dianggap sebagai emosi primer, biru, merah, dan kuningnya setiap
campuran perasaan atau bahkan mempertanyakan apakah memang ada emosi primer
semacam itu. Sejumlah teoretikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan
besar meskipun tidak semua sepakat tentang penggolongan ini.
Golongan utama
emosi dan beberapa anggota kelompoknya sebagai berikut:
1. Amarah:
bringas, mengamuk, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit,
berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat, tindak
kekerasan dan kebencian patologis.
2. Kesedihan:
pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, kesekian ditolak, putus
asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
3. Rasa
takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, hawatir,
waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut, dan sebagai patologi
dan fobia dan fanatic.
4. Kenikmatan:
bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan
indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar
biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya, maniak.
5. Cinta:
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kasmaran, kasih.
6. Terkejut,
terkesiap, takjub, terpana.
7. Jengkel:
hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
8. Malu:
rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Penggolongan
tersebut di atas, belum menyelesaikan setiap pertanyaan bagaimana
mengelompokkan emosi. Misalnya bagaimana tentang perasaan yang campur aduk
seperti iri hati, fariasi marah yang juga mengandung sedih dan takut, bagaimana
tentang nilai-nilai klasik seperti penghargaan dan kepercayaan, keberanian dan
mudah memaafkan, kepastian dan ketenangan hati, atau beberapa cacat bawaan,
perasaan seperti ragu-ragu, puas diri, malas, lambat, mudah bosan.
Prinsip dasar
emosi mudah dapat dicari berdasakan kerangka kelompok atau dimensi, dengan cara
mengambil kelompok besar, emosi, seperti marah, sedih, takut, bahagia,cinta,
malu, dan sebagainya adalah sebagai titik tolak bagi nuansa emosional yang
tidak ada habis-habisnya.
Ada beberapa kegunaan emosi antara
lain sebagai berikut:
1. Bertahan
hidup
Alam mengembangkan emosi melalui evolusi
selam jutaan tahun. Hasilnya adalah kemampuan emosi untuk melayani sebagai
system pemadu antarsesama. Cotohnya, ekspresi dapat menyampaikan sejumlah
emosi. Jika sedih atau terbuka, dapat memberikan tanda bahwa seseorang butuh
bantuan. Melalui latihan secara lisan, seseorang dapat mengekspresikan lebih
banyak untuk memenuhinya.
2. Mempersatukan
(unity)
Mungkin emosi merupakan sumber potensi
terhebat untuk menyatukan semua manusia. Secara jelas, agama, budaya, dan
politik tidak dapat menyatukan bahwa secara lebih jauh dapat memecahkan secara
tragis dan fatal. Hal ini sesuai dengan pendapat Darwin dalam bukunya “The Expressions of Emotional in Man
Animal”,emosi dari empati, perasaan iba, kerja sama, dan untuk orang lain,
semuanya dapat menyatukan kita sebagai sesame.
Robert K. Coobert dan Ayman Sawaf
menegaskan bahwa emosi kita, seperti halnya atau lebih daripada tubuh dan
pikiran kita, berisi riwayat kita, semua yang kita alami, pemahaman kita yang
mendalam, dan hubungan dalam hidup kita. Emosi meluputi perasaan tentang siapa
kita, dan memasuki kita dalam wujud energy. Energy inilah sumber utama pengaruh
dan kekuasaan. Emosi tersusun dari energy yang terus mengalir dalam diri, terus
menggerakkan sejumlah proses mendalam yang memengaruhi setiap aspek hidup.
Apabila kita meningkatkan kecerdasan emosional, berarti kita mengubah wujud
emosi ini, dan selanjutnya energy itu mengubah apa yang kita alami dalam kerja,
hidup, dan pergaulan.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa emosi
penting sebagai “energy pengaktif” untuk menilai etika, misalnya kepercayaan,
integritas, empati, keuletan, dan kredibilitas, serta untuk modal social, yang
berupa kemampuan membangun dan mempertahankan kemapuan bisnis yang
menguntungkan dan didasarkan pada saling percaya. Yang paling penting dari
semua ini adalah sesuatu yang tampaknya dimiliki oleh setiap pemimpin besar,
yaitu kemampuan membangkitkan semangat. Emosi adalah pengorganisi yang hebat
dalam bidang pikiran dan perbuatan. Emosi juga brfungsi membangkitkan intuisi
dan rasa ingin tahu, yang akan membantu mengantisipasi masa depan yang tidak
menentu dan merencanakan tindakan-tindakan kita sesuai dengan itu.
Menurut Josh Hammond, President America Quality Foundation,
sebagaimana dikutip oleh Cooper dan Sawaf, emosi telah didefinisikan sebagai
sesuatu yang mempunyai makna penting (high
performance) dihampir semua perusahaan terkemuka.
Menurut John Mayer, orang cenderung
menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka.
1. Sadar
diri. Peka akan suasana hati mereka ketika mengalaminya, dapat dimengerti
apabila orang-orang ini memiliki kepintaran tersendiri dalam kehidupan
emosional mereka. Kejernihan pikiran mereka tentang emosi boleh jadi melandasi
cirri-ciri kepribadian lain: mereka mandiri dan yakin akan batas-batas yang
mereka bangun, kesehatan jiwanya bagus, dan cenderung berpendapat positif akan
kehidupan. Apabila suasana hatinya sedang jelek, mereka tidak risau dan tidak
larut ke dalamnya, dan mereka mampu melepaskan diri dari suasana itu dengan
lebih cepat. Pedek kata, ketajaman pola piker mereka menjadi penolong untuk
mengatur emosi.
2. Tenggelam
dalam permasalahan. Mereka adalah orang-orang yang sering kali merasa di kuasai
oleh emosi dan tidak berdaya untuk melepaskan diri, seolah-olah suasana hati
mereka telah mengambil alih kekuasaan. Mereka mudah marah dan tidak peka akan
perasaannya sehingga larut dalam perasaan itu dan bukannya mencari perspektif
baru. Akibatnya, mereka kurang berupaya melepaskan diri dari suasana hati yang
jelek, merasa tidak mempunyai kendali atas kehidupan emosional mereka sehingga
seringkali mereka merasa kalah dan secara emosional lepas kendali.
3. Pasrah.
Mereka yang peka akan apa yang dirasakan, cenderung menerima begitu saja
suasana hati sehingga tidak berusaha untuk mengubahnya. Berkenaan dengan pasrah
ini, ada dua jenis, yaitu:
1. Mereka
yang terbiasa dalam suasana hati yang menyenangkan, sehingga motivasi untuk
mengubahnya rendah;
2. Orang-orang
yang kendati peka akan perasaannya, rawan terhadap suasana hati yang jelek
tetapi menerimanya dengan sikap tidak hirau, tidak melakukan apa pun untuk
mengubahnya meskipun tertekan.
2.3
Hubungan Stress dan Emosi Terhadap Perkembangan Atlet Bola Basket
Bagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk Survival
atau sekedar untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi
juga berfungsi sebagai Energizer atau pembangkit energi yang memberikan
kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan Messenger
atau pembawa pesan (Martin dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006).
Kita
semua kadang-kadang mengalami stress. Siswa mungkin mengalami stress saat
hubungannya dengan teman sekolahnya tidak berjalan baik, saat mereka harus
melaporkan pendidikannya, atau saat ujian akhir akan tiba. Masyarakat sekarang
yang terpacu cepat menciptakan stress bagi banyak anggotanya. Kita terus-menerus
ditekan untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang semakin sedikit. Polusi
udara dan suara, kepadatan lalulintas, tindak kejahatan, dan beban kerja yang
berlebihan semakin sering dating dalam kehidupan kita sehari-hari. Akhirnya,
kita kadang-kadang mengalami peristiwa stress berat, seperti kematian orang tua
atau bencana alam. Pemaparan dengan stress dapat menyebabkan emosi yang
menyakitkan, sebagai contohnya kecemasan atau depresi. Tetapi ini juga dapat
menyebabkan penyakit fisik, baik ringan maupun parah. Tetapi reaksi seseorang
terhadap peristiwa stress sangat berbeda: sebagian orang yang menghadapi
peristiwa stress mengalami masalah psikologis atau fisik serius, sedangkan
orang lain yang berhdapan dengan peristiwa stress yang sama tidak mengalami
masalah apa-apa dan bahkan mungkin merasa peristiwa itu sebagai sesuatu yang
menantang dan menarik.
Kecemasan yang membikin orang datang ke psikiater memang
bukan kecemasan atau ketakutan biasa (fear), tapi merupakan suaru gangguan
dalam kesehatan mental yang disebut anxietas atau gangguan cemas menyeluruh.
Ini bukan suatu gangguan jiwa berat, mungkin bisa diklasifikasikan ringan atau
sedang meski tidak mudah disembuhkan. Sebagian besar tergantung pada dasar
kepribadian dan pengalaman hidup individu sendiri.
Gambaran esensial gangguan ini adalah kecemasan atau
anxietas yang “nglemeng” (subklinis) yang cukup mengganggu dan individu
terganggu hampir setiap hari dalam beberapa bulan terakhir. Ditandai dengan (1)
ketakutan akan terjadinya musibah atau hal-hal yang negatif pada dirinya atau
anggauta keluarganya; (2) ketegangan motorik seperti gelisah, sakit kepala,
gemetaran, tegang dan tak dapat santai; dan (3) overaktivitas otonomik seperti
kepala terasa ringan, berkeringat, berdebar-debar, mulut kering, kerongkongan
seperti tersumbat, keluhan-keluhan perut, sering kencing, dsb.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Stress dan
kecemasan merupakan salah satu aspek psikologis pada olahraga, yang merupakan
factor penghambat, maupun factor pendorong kemajuan atlet baik pada olahraga
bola basket maupun olahraga lain. Gejala stress dapat megakibatkan atlet
cenderung mudah putus asa, semangat dan mental menjadi menurun, sehingga dapat
menjadi factor penghambat kesuksesan tim, maupun atlet itu sendiri.
3.2
Saran
Sebagai
seorang atlet, maupun pelatih, harus dapat mengendalikan stress dan kecemasan,
atau mampu mengolah keduanya menjadi motivasi demi kemajuan olahraga bola
basket.
Kepada
para mahasiswa khusunya bidang keolahragaan, agar memahami dan mampu menjadikan
factor psikologis ini sebagai salah satu pelajaran yang perlu diperhatikan demi
kemajuan prestasi olahraga di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Atikison
L. Rita, dkk (1983). Pengantar psikologi.
Jakarta : Erlangga.
Benson
H. Pelletier K, 1987; Managing Stress: From Morning to Night; Time Life Books
inc. USA
B. W.
Purnamasari M., dkk. (?). Pengaruh Senam
Aerobik Low Impact Terhadap
Penurunan Tingkat Depresi Pada Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan
DenpasaR. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana.
Kartini
Kartono. (1981). Gangguan-gangguan
Psikologi Olahraga. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Kathryn
LM, Huether SE, 1994; Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults
and Children. Mosby-Year Book. Inc. St.Louis
Kushartanti.
W. (?). Jurnal: Kesehatan Olahraga Rehabilitatif. FIK UNY.
Kushartanti
W, 1988; Kaitan Antara Kesehatan Dengan
Olahraga Dan Rekreasi; Makalah Seminar Dies IKIP YOGYAKARTA XXIV,
Yogyakarta.
Sarjan
Mile. 2011. Bahan Ajar TP Bola Voli I. Jurusan Pendidikan Keolahragaan Fakultas
Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo.
Setyobroto
S. 1989. Psikologi Olahraga. Jakarta
: PT. Anem Kosong Anem.
Singgih
D. Gunarso. (1996) Psikologi Olahraga
Teori dan Praktek. Jakarta: Gunung Mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
>>>>BERKOMENTARLAH YANG BAIK DAN SOPAN<<<