Minggu, 29 Desember 2013

STRESS DAN KECEMASAN ATLET DALAM OLAHRAGA BOLA BASKET


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Cabang olahraga bola basket mempunyai perkembangan yang cukup pesat, apalagi dengan semakin gencarnya penayangan pertandingan-pertandingan menarik dari Liga Bola Basket Amerika (NBA) yang ditayangkan oleh televise dan ditambah beberapa iklan promosi yang di latar belakangi oleh permainan sehingga timbul kesan bahwa tiada hari tanpa permainan bola basket. Dapat terlihat bahwa yang paling banyak menerima pengaruh dari penayangan tersebut adalah kaum muda, khususnya para pelajar mulai dari tingkat SD Sampai Perguruan Tinggi.
Dengan melihat kondisi seperti ini, tentu merupakan suatu angin segar  yang perlu mendapat perhatian terutama para Pembina cabang olahraga ini, sebagaimana diketahui bahwa untuk menciptakan atlet yang berkualitas, maka harus dimulai sejak dini (yunior) karena pada usia tersebut merupakan saat yang paling tepat untuk dapat diberikan latihan-latihan dasar, baik fisik maupun psikis yang merupakan salah satu bekal apabila atlet tersebut meningkat pada taraf yang lebih tinggi.
Sudah disepakati bersama untuk meningkatkan prestasi seorang atlet bukan hanya dilihat dari segi kemampuan fisiknya saja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh factor psikis dari setiap atlet. Demikian pula dalam cabang olahraga bola basket, disamping di tuntut kemampuan fisik juga sangat dipengaruhi oleh factor psikis. Hal ini secara jelas dapat dilihat pada seorang atlet yang akan melakukan tembakan kekeranjang yang apabila terjadi gangguan terhadap psikisnya maka besar kemungkinan tembakan tersebut tidak akan berhasil. Akan tetapi, apabila seseorang atlet mempunyai kekuatan psikis yang stabil, maka besar kemungkinan tembakan itu akan berhasil.



1.2  Rumusan Masalah
1.      Stress dalam olahraga bola basket
2.      Emosi dalam olahraga bola basket
3.      Hubungan stress dan emosi terhadap perkembangan atlet bola basket

1.3  Tujuan
1.      Menjelaskan bagamaimana Stress dalam olahraga bola basket
2.      Menjelaskan Emosi dalam olahraga bola basket
3.      Menjelaskan Hubungan stress dan emosi terhadap perkembangan atlet bola basket




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Stress Dalam Olahraga Bola Basket
Seorang atlet dalam cabang olahraga bola basket seharunya memiliki kepribadian tidak mudah stress, karena sering dijumpai baik pada waktu latihan maupun pada saat pertandingan berlangsung, terkadang seorang atlet  merasa kurang produktif dalam melakukan tembakan, atau selalu membuat kesalahan pada waktu melakukan dribbling maupun passing, seorang atlet yang mengalami stress tentu akan merasa dirinya memiliki ganguan. Jika hal ini dibiarkan berlanjut, kemungkinan atlet tersebut akan mengalami ganguan mental yang berkelanjutan. Hal ini tentunya menghalangi prestasi atlet itu sendiri.
Teori stress pada prinsipnya terjadi di otak. Hal ini berkaitan karena proses penerimaan segala masalah semuanya diserap melalui otak. Ketika otak menerima masalah maka akan bereaksi terhadap kondisi tubuh. Sehingga gejala stress seperti jengkel, sedih, takut, atau kecewa juga ikut muncul. selanjutnya otak akan memberi isyarat kepada beberapa kelenjar seperti kelenjar hormon hipofisis tepatnya dibawah hipothalamus dan kelenjar adrenal tepatnya diatas ginjal. untuk ditanggapi sebagai benda asing. jika kemampuan kedua hormon ini tidak responsif terhadap benda asing tersebut maka akan dibaca sebagai stress.
Dampak ketidakseimbangan dalam menghadapi gangguan tersebut dapat berupa gangguan pendengaran dan penglihatan. selain itu pula berdampak pada sistem pembuluh darah jantung, pencernaan dan pernafasan. Secara sederhana tanda dari kemunculan stress itu dapat dilihat jika terjadi tekanan darah meningkat, denyut nadi berdetak cepat, gerakan peristaltik terganggu, dan terjadi peningkatan asam lambung yang berefek pada iritasi lambung. ini semua terjadi ketika reaksi isyarat yang diberikan otak tidak dapat ditolerir oleh syaraf sehingga kedua hormon ini bekerja secara maksimal yang akhirnya zat-zat kimia berbahaya dalam tubuh juga ikut berproses dalam tubuh dan menghasilkan tanda stress tersebut.
Dengan berbagai kemunculan dampak dari stress, setiap oarang berupaya untuk menghindari penyebab dan gejalanya. Dalam tinjauan studi referensi beredar berbagai metode-metode dalam menghalangi serta mngobati penyakit stress ini. Diantaranya ketika tampak stress terjangkit dalam tubuh seseorang maka sebaiknya lakukan terapi positif thinking. karena dengan metode ini seseorang akan merasa enjoy terhadap sinyal negatif yang akan mengganggu kondisi tubuh. selai itu pula berusaha mencari dukungan sosial adalah bentuk strategi dalam menangani stress. Dan yang paling utama adalah kembalikan masalah tersebut kepada tuhan pencipta karena sesungguhnya segala polemik yang muncul dan berkembang dalam hidup ini adalah bentuk cobaan dan ujian tuhan terhadap makhluk ciptaannya.
Menurut Scanlan (1984) dalam tulisannya yang berjudul: “Competitive Stress and the Child Athlete” yang dimuat dalam buku “Psicological Foundations of Sports” mengemukakan bahwa “competitive stress” atau stress yang timbul dalam pertandingan merupakan reaksi emosional yang negatif pada anak apabila rasa harga-dirinya merasa terancam. Hal ini terjadi apabila atlet yunior mengangggap pertandingan sebagai tantangan yang berat untuk dapat sukses, mengingat kemampuan penampilannya, dan dalam keadaan seperti ini atlet lebih memikirkan akibat dari kekalahannya.
            Stress selalu akan terjadi dari individu apabila sesuatu yang diharapkan mendapat tantangan, sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan tersebut menghantui pikirannya. Stress adalah suatu ketegangan emosional, yang akhir berpengaruh terhadap proses-proses psikologik maupun fisiologik.
Spielberger (1986) dalam tulisannya mengenai “Stress and Anxiety in Sports” dalam kumpulan karya ilmiah yang dihimpun oleh Morgan berjudul “Sport Psycology” (1986) menegaskan bahwa stress menunjukkan “psychobiological process” yang kompleks, dan proses ini pada umunya terjadi dalam situasi yang mengandung hal yang dapat merugikan, berbahaya, atau dapat menimbulkan frustasi (stressor).
“Stressor” menurut Spielberger (1986) menunjukkan situasi-situasi atau stimuli yang secara obyekiti ditandai dengan adanya tekanan fisik ataupun psikologik atau bahaya dalam suatu tingkat tertentu. Situasi penuh stress akan ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dalam tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan manusia.
Reaksi yang berbeda-beda akan muncul dalam menghadapi “stressor”, tergantung pada situasi tertentu yang diperkirakan mengandung ancaman. Ancaman juga berkaitan dengan persepsi dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai hal yang dapat merugikan dan mengandung bahaya. Dalam hubungannya dengan aktivitas olahraga, khususnya kemunginan terjadinya stress menghadapi pertandingan, maka permasalahannya sangat banyak tergantung pada diri atlet yang bersangkutan.
Mengenai timbulnya stress, Gauron (1984) berkesimpulan:
1.      “Because stress is an inevitable part of life, it cannot be avoided.
2.      Since stress is inevitable, individuals must reduce its effects and cope through a personal stress management program.
3.      Chronic stress may have adverse effects upon the body particularly if it is not taught to relax”.
Mungkin sekali suatu situasi yang sama dapat dirasakan sebagai ancaman bagi seorang atlet, tetapi hanya merupakan tantangan bagi atlet lain, dan mungkin bahkan tidak berarti apa-apa bagi atlet lain. Jadi dari pengalaman-pengalaman mengenai ancaman, ada hubungannya dengan keadaan mental atlet yang bersangkutan.
Mengenai ancaman dalam kaitannya dengan keadaan mental atlit, Spielberger (1986) mengemukakan adanya dua karakteristik pokok yang disimpulkannya sebagai berikut:
“Thus, the experience of threat is, essentially, a state of mind which has two main characteristic:
(1)   It is future-oriented, generally involving the anticipation of a potentially harmful event has not yet happened; and
(2)   It is mediates by mental activities-peerceptions, thought, memory, and judgment which are involved in the appraisal process”.
Penilaian adanya ancaman yang dihadapi dan adanya penilaian bahaya yang akan dihadapi (masa depan) member andil penting terhadap timbulnya reaksi emosional, serta tindakan yang akan diambil individu menghindari ancaman atau bahaya yang akan dihadapinya.

2.2 Emosi dalam Olahraga Bola Basket
Berkaitan dengan hakikat emosi, Beck mengungkapkan pendapat James & Lange yang menjelaskan bahwa Emotion is the perception of bodily changes wich occur in response to an event. Emosi adalah persepsi perubahan jasmniah yang terjadi dalam memberi tanggapan (respons) terhadap suatu peristiwa. Definisi ini bermaksud menjelaskan bahwa pengalaman emosi merupakan persepsi dari reaksi terhadap situasi.
            Kata emosi secara sederhana bisa didefinisikan sebagai menerapkan “gerakan” baik secara metafora maupun harfiah, untuk mengeluarkan perasaan. Emosi sejak lama dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa latin, emosi dijelaskan sebgai motus anima yang arti harfiahnya ”jiwa yang menggerakan kita”. Berlawanan dengan kebanyakan pemikiran konvensional, emosi bukan sesuatu yang bersifat positif atau negative, tetapi emosi berlaku sebagai sumber energi autentitas, dan semangat manusia yang paling kuat dan dapat menjadi sumber kebijakan intuitif. Dengan kata lain, emosi tidak lagi dianggap sebagai penghambat dalam hidup kita, melainkan sebagai sumber kecerdasan, kepekaan, kedermawanan, bahkan bijaksana.
            Sementara itu, Lerner menjelaskan arti emosi sebagai: what exactly is emotion, two components are generally believed to make up emotional experience: psychological response and subjective felling. Maksudnya, ada dua komponen yang pada umumnya dipercayai membentuk pengalaman emosi, yaitu tanggapan psikologis dan perasaan-perasaan subjektif.
            Selanjutnya, Lerner mengungkapkan bahwa pada saat seseorang mengalami emosi, berbagai perubahan psikologis dapat terjadi, seperti :
1.      Bola mata membesar;
2.      Detak jantung meningkat;
3.      Desahan atau tarikan napasyang dalam dan tersengal-sengal;
4.      Bulu roma di badan sendiri;
5.      Gerakan getrointestional berhenti sementara membuat darah mengalir dengan deras dari perut memasuki otot-otot;
6.      Hati membebaskan gula memasuki aliran darah untuk meningkatkan energi;
7.      Keringat meningkat, sementara produksi air liur menurun.
Lebih lanjut, Lerner mengemukakan beberapa temuan mereka bahwa emosi tidak sama dengan motif atau dorongan. Emosi timbul sebagai tanggapan atas aspek lingkungan. Sebaliknya motif cenderung muncul sebagai rangsangan internal, misalnya rasa lapar yang diarahkan kepada objek di lingkungan, karena melihat makanan. Di samping itu, emosi juga mencakup perubahan dan perasaan subjektif.
Berbeda dengan pendapat Lerner, Crooks & stein mengungkapkan bahwa hubungan motivasi dan emosi (perasaan-perasaan dan gejolak yang subjektif) sangat erat sekali. Menurutnya, emosi acap kali motivasi tindakan. Sebagai contoh pada seorang anak kecil yang sedang marah, menyebabkannya menendang tembok di kamarnya, atau pada saat seorang sisawa merasa takut akan gagal, ia memotivasi dirinya untuk meninggalkan kelas.
Selain pendapat Lerner di atas, Wortman juga mengemukakan beberapa pendapat tentang emosi. Menurutnya, kebahagiaan adalah suatu emosi yang positif, termasuk kepuasan batin dan kesenangan. Para ahli psikologi yang telah berusaha mencari akar kebahagiaanmengajukan beberapa teori, yaitu:
1.      Kebahagiaan terletak pada kecenderungan membuat konspirasi yang memungkinkan (favourable) antara diri sendiri dan orang lain;
2.      Orang-orang yang paling bahagia adalah mereka yang mempunyai cirri-ciri khusus kepribadian apa adanya yang diiringi kualitasketegangan saraf yang rendah;
3.      Kebahagiaan datang dari kemampuan untuk “menghilangkan” sendiri dalam beberapa tugas yang menjadi tantangan, sehingga mengejar kesadaran atas kebahagiaan dapat dilupakan.
Masih berkaitan dengan emosi, menurut ahli sosiobiologi, emosi menuntut kita menghadapi saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampauriskan apabila hanya diserahkan pada otak. Bahaya yang mungkin terjadi adalah kehilangan yang menyedihkan bertahan mencapai tujuan kendati dilanda kekecewaan, keterikatan dengan pasangan, membina keluarga. Setiap emosi menawarkan pola tindakan tersendiri dan masing-masing menuntut kita kearah yang telah terbukti berjalan baik ketika menangani tantangan yang dating berulang-ulang dalam hidup manusia.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Pengertian emosi tersebut masih membingungkan, baik menurut para ahli psikologi maupun ahli filsafat. Akan tetapi, makna paling harfiah dari emosi didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, dan nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Oleh karena itu, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis, psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Menurut Golenman ada ratusan emosi bersama dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya. Lingkup kajian emosi masih menjadikan perdebatan para peneliti mana yang benar-benar dianggap sebagai emosi primer, biru, merah, dan kuningnya setiap campuran perasaan atau bahkan mempertanyakan apakah memang ada emosi primer semacam itu. Sejumlah teoretikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar meskipun tidak semua sepakat tentang penggolongan ini.
Golongan utama emosi dan beberapa anggota kelompoknya sebagai berikut:
1.      Amarah: bringas, mengamuk, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
2.      Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, kesekian ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
3.      Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, hawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut, dan sebagai patologi dan fobia dan fanatic.
4.      Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya, maniak.
5.      Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
6.      Terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
7.      Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
8.      Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Penggolongan tersebut di atas, belum menyelesaikan setiap pertanyaan bagaimana mengelompokkan emosi. Misalnya bagaimana tentang perasaan yang campur aduk seperti iri hati, fariasi marah yang juga mengandung sedih dan takut, bagaimana tentang nilai-nilai klasik seperti penghargaan dan kepercayaan, keberanian dan mudah memaafkan, kepastian dan ketenangan hati, atau beberapa cacat bawaan, perasaan seperti ragu-ragu, puas diri, malas, lambat, mudah bosan.
Prinsip dasar emosi mudah dapat dicari berdasakan kerangka kelompok atau dimensi, dengan cara mengambil kelompok besar, emosi, seperti marah, sedih, takut, bahagia,cinta, malu, dan sebagainya adalah sebagai titik tolak bagi nuansa emosional yang tidak ada habis-habisnya.
Ada beberapa kegunaan emosi antara lain sebagai berikut:
1.      Bertahan hidup
Alam mengembangkan emosi melalui evolusi selam jutaan tahun. Hasilnya adalah kemampuan emosi untuk melayani sebagai system pemadu antarsesama. Cotohnya, ekspresi dapat menyampaikan sejumlah emosi. Jika sedih atau terbuka, dapat memberikan tanda bahwa seseorang butuh bantuan. Melalui latihan secara lisan, seseorang dapat mengekspresikan lebih banyak untuk memenuhinya.
2.      Mempersatukan (unity)
Mungkin emosi merupakan sumber potensi terhebat untuk menyatukan semua manusia. Secara jelas, agama, budaya, dan politik tidak dapat menyatukan bahwa secara lebih jauh dapat memecahkan secara tragis dan fatal. Hal ini sesuai dengan pendapat Darwin dalam bukunya “The Expressions of Emotional in Man Animal”,emosi dari empati, perasaan iba, kerja sama, dan untuk orang lain, semuanya dapat menyatukan kita sebagai sesame.
Robert K. Coobert dan Ayman Sawaf menegaskan bahwa emosi kita, seperti halnya atau lebih daripada tubuh dan pikiran kita, berisi riwayat kita, semua yang kita alami, pemahaman kita yang mendalam, dan hubungan dalam hidup kita. Emosi meluputi perasaan tentang siapa kita, dan memasuki kita dalam wujud energy. Energy inilah sumber utama pengaruh dan kekuasaan. Emosi tersusun dari energy yang terus mengalir dalam diri, terus menggerakkan sejumlah proses mendalam yang memengaruhi setiap aspek hidup. Apabila kita meningkatkan kecerdasan emosional, berarti kita mengubah wujud emosi ini, dan selanjutnya energy itu mengubah apa yang kita alami dalam kerja, hidup, dan pergaulan.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa emosi penting sebagai “energy pengaktif” untuk menilai etika, misalnya kepercayaan, integritas, empati, keuletan, dan kredibilitas, serta untuk modal social, yang berupa kemampuan membangun dan mempertahankan kemapuan bisnis yang menguntungkan dan didasarkan pada saling percaya. Yang paling penting dari semua ini adalah sesuatu yang tampaknya dimiliki oleh setiap pemimpin besar, yaitu kemampuan membangkitkan semangat. Emosi adalah pengorganisi yang hebat dalam bidang pikiran dan perbuatan. Emosi juga brfungsi membangkitkan intuisi dan rasa ingin tahu, yang akan membantu mengantisipasi masa depan yang tidak menentu dan merencanakan tindakan-tindakan kita sesuai dengan itu.
Menurut Josh Hammond, President America Quality Foundation, sebagaimana dikutip oleh Cooper dan Sawaf, emosi telah didefinisikan sebagai sesuatu yang mempunyai makna penting (high performance) dihampir semua perusahaan terkemuka.
Menurut John Mayer, orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka.
1.      Sadar diri. Peka akan suasana hati mereka ketika mengalaminya, dapat dimengerti apabila orang-orang ini memiliki kepintaran tersendiri dalam kehidupan emosional mereka. Kejernihan pikiran mereka tentang emosi boleh jadi melandasi cirri-ciri kepribadian lain: mereka mandiri dan yakin akan batas-batas yang mereka bangun, kesehatan jiwanya bagus, dan cenderung berpendapat positif akan kehidupan. Apabila suasana hatinya sedang jelek, mereka tidak risau dan tidak larut ke dalamnya, dan mereka mampu melepaskan diri dari suasana itu dengan lebih cepat. Pedek kata, ketajaman pola piker mereka menjadi penolong untuk mengatur emosi.
2.      Tenggelam dalam permasalahan. Mereka adalah orang-orang yang sering kali merasa di kuasai oleh emosi dan tidak berdaya untuk melepaskan diri, seolah-olah suasana hati mereka telah mengambil alih kekuasaan. Mereka mudah marah dan tidak peka akan perasaannya sehingga larut dalam perasaan itu dan bukannya mencari perspektif baru. Akibatnya, mereka kurang berupaya melepaskan diri dari suasana hati yang jelek, merasa tidak mempunyai kendali atas kehidupan emosional mereka sehingga seringkali mereka merasa kalah dan secara emosional lepas kendali.
3.      Pasrah. Mereka yang peka akan apa yang dirasakan, cenderung menerima begitu saja suasana hati sehingga tidak berusaha untuk mengubahnya. Berkenaan dengan pasrah ini, ada dua jenis, yaitu:
1.      Mereka yang terbiasa dalam suasana hati yang menyenangkan, sehingga motivasi untuk mengubahnya rendah;
2.      Orang-orang yang kendati peka akan perasaannya, rawan terhadap suasana hati yang jelek tetapi menerimanya dengan sikap tidak hirau, tidak melakukan apa pun untuk mengubahnya meskipun tertekan.

2.3 Hubungan Stress dan Emosi Terhadap Perkembangan Atlet Bola Basket
Bagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk Survival atau sekedar untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi juga berfungsi sebagai Energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan Messenger atau pembawa pesan (Martin dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006).
Kita semua kadang-kadang mengalami stress. Siswa mungkin mengalami stress saat hubungannya dengan teman sekolahnya tidak berjalan baik, saat mereka harus melaporkan pendidikannya, atau saat ujian akhir akan tiba. Masyarakat sekarang yang terpacu cepat menciptakan stress bagi banyak anggotanya. Kita terus-menerus ditekan untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang semakin sedikit. Polusi udara dan suara, kepadatan lalulintas, tindak kejahatan, dan beban kerja yang berlebihan semakin sering dating dalam kehidupan kita sehari-hari. Akhirnya, kita kadang-kadang mengalami peristiwa stress berat, seperti kematian orang tua atau bencana alam. Pemaparan dengan stress dapat menyebabkan emosi yang menyakitkan, sebagai contohnya kecemasan atau depresi. Tetapi ini juga dapat menyebabkan penyakit fisik, baik ringan maupun parah. Tetapi reaksi seseorang terhadap peristiwa stress sangat berbeda: sebagian orang yang menghadapi peristiwa stress mengalami masalah psikologis atau fisik serius, sedangkan orang lain yang berhdapan dengan peristiwa stress yang sama tidak mengalami masalah apa-apa dan bahkan mungkin merasa peristiwa itu sebagai sesuatu yang menantang dan menarik.
Kecemasan yang membikin orang datang ke psikiater memang bukan kecemasan atau ketakutan biasa (fear), tapi merupakan suaru gangguan dalam kesehatan mental yang disebut anxietas atau gangguan cemas menyeluruh. Ini bukan suatu gangguan jiwa berat, mungkin bisa diklasifikasikan ringan atau sedang meski tidak mudah disembuhkan. Sebagian besar tergantung pada dasar kepribadian dan pengalaman hidup individu sendiri.
Gambaran esensial gangguan ini adalah kecemasan atau anxietas yang “nglemeng” (subklinis) yang cukup mengganggu dan individu terganggu hampir setiap hari dalam beberapa bulan terakhir. Ditandai dengan (1) ketakutan akan terjadinya musibah atau hal-hal yang negatif pada dirinya atau anggauta keluarganya; (2) ketegangan motorik seperti gelisah, sakit kepala, gemetaran, tegang dan tak dapat santai; dan (3) overaktivitas otonomik seperti kepala terasa ringan, berkeringat, berdebar-debar, mulut kering, kerongkongan seperti tersumbat, keluhan-keluhan perut, sering kencing, dsb.






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stress dan kecemasan merupakan salah satu aspek psikologis pada olahraga, yang merupakan factor penghambat, maupun factor pendorong kemajuan atlet baik pada olahraga bola basket maupun olahraga lain. Gejala stress dapat megakibatkan atlet cenderung mudah putus asa, semangat dan mental menjadi menurun, sehingga dapat menjadi factor penghambat kesuksesan tim, maupun atlet itu sendiri.

3.2 Saran
            Sebagai seorang atlet, maupun pelatih, harus dapat mengendalikan stress dan kecemasan, atau mampu mengolah keduanya menjadi motivasi demi kemajuan olahraga bola basket.
            Kepada para mahasiswa khusunya bidang keolahragaan, agar memahami dan mampu menjadikan factor psikologis ini sebagai salah satu pelajaran yang perlu diperhatikan demi kemajuan prestasi olahraga di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA
Atikison L. Rita, dkk (1983). Pengantar psikologi. Jakarta : Erlangga.
Benson H. Pelletier K, 1987; Managing Stress: From Morning to Night; Time Life Books inc. USA
B. W. Purnamasari M., dkk. (?). Pengaruh Senam Aerobik Low Impact Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan DenpasaR. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
Kartini Kartono. (1981). Gangguan-gangguan Psikologi Olahraga. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Kathryn LM, Huether SE, 1994; Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. Mosby-Year Book. Inc. St.Louis
Kushartanti. W.   (?). Jurnal: Kesehatan Olahraga Rehabilitatif. FIK UNY.
Kushartanti W, 1988; Kaitan Antara Kesehatan Dengan Olahraga Dan Rekreasi; Makalah Seminar Dies IKIP YOGYAKARTA XXIV, Yogyakarta.
Sarjan Mile. 2011. Bahan Ajar TP Bola Voli I. Jurusan Pendidikan Keolahragaan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo.
Setyobroto S. 1989. Psikologi Olahraga. Jakarta : PT. Anem Kosong Anem.
Singgih D. Gunarso. (1996) Psikologi Olahraga Teori dan Praktek. Jakarta: Gunung Mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

>>>>BERKOMENTARLAH YANG BAIK DAN SOPAN<<<