BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Olah
raga pada hakikatnya merupakan kegiatan fisik dan psikis yang dilandasi
semangat perjuangan melawan diri sendiri, orang lain atau unsure alam yang jika
dipertandingkan harus dilaksanakan secara ksatria sehingga merupakan sarana untuk
membentuk suatu kepribadian dalam rangka meningkatkan kualitas hidup yang lebih
luhur. Oleh karena itu, kegiatan olahraga perlu dikembangkan agar setiap orang
khusunya para atlet yunior dapat berprestasi di dalam kegiatan olahraga, baik
dalam olahraga perorangan ataupun beregu.
Salah satu cabang olahraga di Tanah Air yang mengalami
perkembangan yang cukup pesat yaitu bola basket. Hal ini disebabkan karena
jenis olahraga ini bukan hanya sebagai olahraga prestasi tetapi juga sebagai
olahraga pendidikan atupun sebagai olahraga rekreasi.
Permaianan bola basket ini sangat menari karena dapat
dimainkan oleh semua golongan umur. Disamping itu karena dari para pemain
dituntut keterampilan itu, karena dari para pemain dituntut keterampilan
bermain, kesegaran fisik dan kekuatan daya tahan tubuh yang tingi, dan
peraturan jumlah pemain yang tidak ketat, membuat permainan ini dapat dimainkan
oleh berapapun jumlah pemain tergantung kondisi. Begitu pula dengan tempat
terbuka (out door) maupun didalam ruangan tertutup (in door).
Sesuai dengan pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa
cabang olahraga bola basket mempunyai perkembangan yang cukup pesat, apalagi
dengan semakin gencarnya penayangan pertandingan-pertandingan menarik dari Liga
Bola Basket Amerika (NBA) yang ditayangkan oleh televise dan ditambah beberapa
iklan promosi yang di latar belakangi oleh permainan sehingga timbul kesan
bahwa tiada hari tanpa permainan bola basket. Dapat terlihat bahwa yang paling
banyak menerima pengaruh dari penayangan tersebut adalah kaum muda, khususnya
para pelajar mulai dari tingkat SD Sampai Perguruan Tinggi.
Dengan melihat kondisi seperti ini, tentu merupakan suatu
angin segar yang perlu mendapat
perhatian terutama para Pembina cabang olahraga ini, sebagaimana diketahui
bahwa untuk menciptakan atlet yang berkualitas, maka harus dimulai sejak dini
(yunior) karena pada usia tersebut merupakan saat yang paling tepat untuk dapat
diberikan latihan-latihan dasar, baik fisik maupun psikis yang merupakan salah
satu bekal apabila atlet tersebut meningkat pada taraf yang lebih tinggi.
Sudah disepakati bersama untuk meningkatkan prestasi
seorang atlet bukan hanya dilihat dari segi kemampuan fisiknya saja, tetapi
juga sangat dipengaruhi oleh factor psikis dari setiap atlet. Demikian pula
dalam cabang olahraga bola basket, disamping di tuntut kemampuan fisik juga
sangat dipengaruhi oleh factor psikis. Hal ini secara jelas dapat dilihat pada
seorang atlet yang akan melakukan tembakan kekeranjang yang apabila terjadi
gangguan terhadap psikisnya maka besar kemungkinan tembakan tersebut tidak akan
berhasil. Akan tetapi, apabila seseorang atlet mempunyai kekuatan psikis yang
stabil, maka besar kemungkinan tembakan itu akan berhasil.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Toughmindedness
(tidak mudah putus asa)
2.
Over
achiver (punya target lebih)
3.
Ketegangan
/ kecemasan
4.
Percaya
diri
5.
Status
kognitif (intelegensi)
6.
Agresifitas
1.3 Tujuan
1.
Menjelaskan
Toughmindedness (tidak mudah putus asa)
2.
Menjelaskan
Over achiver (punya target lebih)
3.
Menjelaskan
Ketangkasan / kecemasan
4.
Menjelaskan
Percaya diri
5.
Menjelaskan
Status kognitif (intelegensi)
6.
Menjelasjan
Agresifitas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Toughmindedness (Tidak Cepat Putus Asa)
Seorang atlet yunior dalam cabang olahraga bola
basket seharunya memiliki kepribadian tidak mudah putus asa, karena sering dijumpai
baik pada waktu latihan maupun pada saat pertandingan berlangsung, terkadang
seorang atlet yunior merasa kurang produktif dalam melakukan tembakan, atau
selalu membuat kesalahan pada waktu melakukan dribbling maupun passing, seorang
atlet yang cepat putus asa tentu akan merasa dirinya memiliki ganguan. Jika hal
ini dibiarkan berlanjut, kemungkinan atlet tersebut akan mengalami frustasi dan
kurang percaya diri. Hal ini tentunya menghalangi prestasi atlet itu sendiri.
Oleh karena itu seorang atlet yunior yang memiliki sifat
tidak cepat putus asa, di dalam lapangan akan selalu bermain dengan penuh
semangat dan tidak kenal lelah. Dengan nmenjauhi sifat putus asa atlet yunior
pasti akan merasakan kepuasan dalam pertandingan. Menurut Setyobroto. S. (1989:
30) melalui olahraga orang berharap mendapat kepuasan. Kepuasan tersebut
bentuknya beraneka-ragam, dan bagi atlet salah satu bentuk kepuasan yang utama
adalah tercapainya prestasi yang setinggi-tingginya atau suatu kemenangan dalam
pertandingan.
2.2 Over Achiver (Punya Target Lebih)
Sikap kepribadian over achiver dalam diri atlet
yunior pada cabang olahraga bola basket merupakan modal yang sangat besar.
Karena dengan sikap seperti ini atlet akan merasa dirinya mampu untuk berbuat
yang terbaik tanpa melihat siapa yang akan dihadapi.
Sikap semacam ini dapat dikatakan sebagai sikap mental
juara. Menurut James Drever dalam Setyobroto. S. (1989: 41) mental adalah
keseluruhan strukutur dan proses-proses kejiwaan yang terorganisasi, baik yang
disadari maupun yang tidak disadari. Dengan demikian jelaslah bahwa didalam
diri atlet yang memiliki mental juara di dalam dirinya selalu ada yang lebih,
sehingga walaupun lawan yang akan dihadapinya diatas satu tingkat atau lebih,
ia akan tetap mengejar terus ketertinggalan dalam perolehan angka, dan pada
saat yang tepat ia akan berusaha memenangkan pertandingan tersebut.
2.3 Ketegangann / kecemasan
Jika ada atlet yang paling banyak mengalami ketegangan
atau kecemasan, maka atlet itu adalah atlet yunior. Hal ini disebabkan karena
atlet tersebut masih kurang pengalaman khususnya pengalaman bertanding, dan
kemampuan teknik yang dimiliki seorang atlet yunior masih kurang. Menurut Setyobroto. S. (1989:
94) perasaan cemas dapat terjadi pada atlet pada waktu menghadapi keadaan
tertentu, misalnya dalam menghadapi kompetisi yang memakan waktu panjang dan
ternyata atlet tersebut mengalami kekalahan terus menerus. Menurut Atkinson L.
Rita, dkk (? : 413) seorang yang menderita gangguan kecemasan umum hidup tiap
hari dalam ketegangan yang tinggi. Dengan kata lain bahwa ketegangan atau
kecemasan dari seorang atlet yunior dipengaruhi oleh dua factor yaitu : factor
dari dalam (internal) dan factor dari luar (internal).
Adapun factor dari dalam (internal) seperti :
1.
Atlet
sangat mengandalkan kemampuan teknisnya tanpa menyadari dirinya bahwa ia masih
yunior, sehingga apabila ia berhadapan dengan lawan yang kemampuan teknisnya
melebihi dirinya, maka ia akan merasa terpepet dan selanjutnya tidak mampu lagi
menguasai situasi yang dihadapi.
2.
Atlet
merasa main baik sekali atau buruk sekali, sehingga ada perasaan bahwa dirinya
tidak bermain seperti biasanya dan akibatnya ia kurang konsentrasi dalam
bermain.
3.
Adanya
pikiran negatif karena dicemooh atau dimarahi. Dicemooh atau di marahi akan
menimbulkan reaksi tersebut akan tetap bertahan, sehingga menjadi tekanan yang
menimbulkan frustasi yang mengganggu penampilan pelaksanaan tugas.
4.
Adanya
pikiran puas diri, dimana atlet akan merasa dirinya dituntut oleh dirinya
sendiri untuk mewujudkan sesuatu yang mungkin berada di luar kemampuannya.
Adapun factor dari luar (eksternal) seperti :
1.
Rangsangan
yang membingungkan; hal semacam ini biasanya bersumber dari komentar dari
official yang merasa berkompete, baik atas koralasi, strategi atau taktik yang
harus dilakukan maupun petunjuk yang lain kepada atlet.
2.
Pengaruh
massa, dalam hal ini penonton; massa penonton terlebih yang masih asing dapat
mempengaruhi kestabilan mental atlet. Penonton juga memainkan peranan yang
sangat penting dalam suasana pertandingan, salah satu cirri massa (penonton)
adalah emosi yang labil. Maka mereka akan menujukkan tindakan yang agresif
berupa cemoohan kepada atlet. Disamping pengaruh yang merugikan, ada pula
pengaruh masa yang dapat membangkitkan semangat atau percaya diri, sehingga
dalam situasi yang kritis atlet akan merasa seakan-akan mendapat kekuatan yang
berangsur-angsur membuat atlet mampu menguasai keadaan dan menunjukkan
penampilan yang lebih baik.
3.
Saingan
yang bukan tandingannya; Pemain atau atlet yang mengetahui bahwa lawan yang
akan dihadapi adalah pemain yang peringkat di atanya atau lebih unggul dari
pada dirinya, maka dalam hati kecil atlet tersebut akan timbul pengakuan akan
ketidak mampuannya untuk menang, situasi tersebut akan menyebabkan berkurangnya
kepercayaan diri sendiri. Setiap kali berbuat kesalahan, ia makin menyalahkan
dirinya.
4.
Kehadiran
atau ketidak hadiran pelatihnya; atlet yang mempunyai hubungan personal dengan
pelatih selama ia berlatih akan mengharapkan kehadiran pelatihnya selama ia
bertanding tidak hadirnya pelatih yang sebenarnya sangat diharapkan oleh atlet
akan berpengaruh yang kurang menguntungkan bagi penampilan atlet tersebut. Hal
ini disebabkan karena atlet merasa tidak ada orang yang ia perlukan. Dengan
support tersebut atlet akan merasa mampu menghadapi dan mengatasi
situasi-situasi yang penting. Sebaliknya, ada atlet yang tidak senang akan
kehadiran pelatih selama ia bertanding. Dalam hal ini pelatih harus cepat
memahami agar tidak menimbulkan perasaan yang mengganggu pada diri atletnya.
Selain
uraian di atas, factor dari luar yang dapat menimbulkan ketegangan atau
kecemasan dapat pula berasal dari lapangan, tempat bertanding, cuaca /
temperature atau gedung dengan segala falsilitasnya berupa system pengaturan
sinar (penerangan), ventilasi, permukaan lapangan yang licin, dan lain
sebagainya.
Adapun
gejala yang ditimbulkan oleh ketegangan / kecemasan ini dapat di bedakan atas dua
macam yakni gejala fisik dan gejala psikis.
1.
Gejala
fisik
·
Adanya
perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak tenang dan sulit
tidur.
·
Terjadi
peregangan pada otot-otot pundak, leher, perut, terlebih lagi pada otot-otot
ekstremitas.
·
Terjadi
perubahan irama pernafasan.
·
Terjadi
kontraksi otot setempat pada dagu, sekitar mata dan rahang.
2.
Gejala
Psikis
·
Ganguan
pada perhatian dan konsentrasi
·
Perubahan
emosi
·
Menurunnya
rasa percaya diri
·
Tiada
motivasi
Dari
beberapa dampak negatif yang diakibatkan oleh pengaruh ketegangan atau
kecemasan, sebenarnya ada juga pengaruh positifnya. Dalam keadaan tertentu
ketegangan dapat memberikan keuntungan bahkan diperlukan untuk mencapai
prestasi yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena dengan ketegangan ini, mental
atlet dipersiapkan untuk menghadapi dan melaksanakan pertandingan.
Sehingga
bagi atlet yunior hal ini merupakan hal yang baik, karena dengan seringnya ia
memperoleh ketegangan atau kecemasan, maka semakin terlatihlah kemampuan
mentalnya, khususnya cara menanggulangi apabila atlet itu sendiri mengalami
ketegangan atau kecemasan, dan ini merupakan bekal bagi dirinya dalam
menghadapi pertandingan-pertandingan yang akan datang.
2.4 Percaya Diri
Keberhasilan atau kegagalan yang dialami oleh seorang atlet
junior akan rasa percaya diri yang ada pada dirinya. Kegagalan-kegagalan yang
terus menerus akan memperendah percaya dirinya. Begitu pula sebaliknya,
keberhasilan-keberhasilan yang diperoleh akan menambah rasa percaya dirinya.
Dalam hal ini Pembina atau pelatih atlet yunior harus mampu membantu pemain
untuk mampu memahami prestasinya secara objektif realistic.
Kepercayaan diri dari seorang atlet sangat dipengaruhi
oleh kondisi dan kemampuan atlet sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan
atlet itu sendiri. Menurut Setyobroto. S. (1989: 51) percaya diri atau
“self-confidence” merupakan modal utama seorang atlet untuk dapat maju, karena
pencapaian prestasi yang tinggi dan pemecahan rekor atlet itu sendiri harus
dimulai dengan percaya bahwa ia dapat dan sanggup melampaui prestasi yang
pernah dicapainya. Oleh karena itu seorang atlet yunior harus bisa menilai kekuatan-kekuatan
lawannya, sehingga ia sendiri bisa menilai dirinya sendiri untuk dapat menambah
rasa percaya diri yang dimilikinya tanpa terlalu banyak dipengaruhi oleh
factor-faktor penghambat dalam setiap pertandingan. Selanjutnya Setyobroto. S.
(1989: 51) berpendapat bahwa atlet
yunior mungkin melakukan latihan dan pertandingan yang tidak sesuai atau
bertentangan dengan keinginannya. Rasa takut akan gagal mungkin mencekam atlet
yunior tersebut, dan apabila pengalamannya mengecewakan dan menimbulkan frustasi
maka akibatnya akan merugikan perkembangan atlet. Bahkan mungkin atlet yunior
tersebut tidak mau lagi mengikuti latihan dan pertandingan.
Hal ini dapat dilihat pada permainan bola basket, di mana
seorang pemain yang tubuhnya agak pendek berhadapan dengan pemain yang memiliki
tinggi badan yang berbeda, maka pemain yang pendek tersebut harus dapat
mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh seorang yang tinggi dan
mengetahui kelebihan dari seorang pemain yang pendek, sehingga dengan demikian
ia tidak perlu khawatir apabila dalam pertandingan akan menjumpai hal semacam
itu. Dengan demikiannya percaya diri yang dimilikinya tetap ada.
2.5 Status kognitif (intelegensi)
Pada setiap pertandingan dimana terdapat dua tim yang
akan saling berhadapan, maka yang biasanya ramai dibicarakan oleh orang dalah
masalah taktik yang akan dipergunakan oleh kedua tim yang akan saling
berhadapan, bahkan sering didengar adanya perang urat syaraf dari kedua tim
tersebut. Hal ini disebabkan karena seringkali kemenangan dari suatu regu akan
ditentukan oleh taktik yang diterapkan dan ditentukan oleh taktik yang
diterapkan dalam pertandingan yang dilakukan, bahkan sering dijumpai dimana
suatu tim yang dianggap lemah dapat mengalahkan tim yang dianggap kuat hanya
disebabkan karena taktik yang diterapkan dalam permainan tidak sesuai atau si
atlet tidak mampu menerapkan segala taktik yang diterapkan pelatihnya.
Memang
harus disadari bahwa taktik dapat terlaksanadengan efektif, sangat dipengaruhi
oleh tingkat intelegensi dari seorang atlet. Bagi seorang atlet yang memiliki intelegensi
dari seorang atlet. Bagi seorang atlet yang memiliki intelegensi yang baik,
tidak akan merasa tertekan jiwanya atau merasa kebingungan apabila ia disuruh
untuk merubah taktik yang dilakukan, bahkan sangat diharapkan apabila atlet
tersebut dapat menyesuaikan dengan lawan yang berbeda-beda dan situasi yang
berubah-ubah.
Bagi seorang atlet yunior pada cabang olahraga bola
basket sangat diperlukan rangsangan-rangsangan agar intelegensinya dapat berfungsi
dengan baik. Belajar dari pengalaman yang diperoleh melalui latihan-latihan
maupun pertandingan-pertandingan yang telah dilakukan adalah merupakan salah satu alternative yang dapat
ditenpuh, alternative lain yang harus ditempuh adalah agar atlet yunior
tersebut tetap mengikuti pendidikan formal apalagi seorang atlet yang memiliki
postur tubuh yang tidak menunjang dalam olahraga bola basket, maka tingkat
intelegensinya dapat menutupi atau bahkan menjadi andalan bagi dirinya.
Menurut Uno. B.
H (2006:59) dalam psikologi, dikemukakan
bahwa intelligence, yang dalam bahasa
Indonesia disebut inteligensi atau kecerdasan berarti penggunaan kekuatan
intelektual secara nyata. Akan tetapi, kemudian diartikan sebagai suatu
kekuatan lain. Oleh karena itu, inteligensi atau kecerdasan terdiri dari tiga
komponen, yaitu :
a. Kemampuan
untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan;
b. Kemampuan
untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan;
c. Kemampuan
untuk mengubah diri sendiri atau melakukan autocritisism.
Apabila pendidikan formal tidak diikuti, maka jalan lain
yang bisa dilakukan agar si atlet terangsang intelegensinya, dapat dilakukan
melalui diskusi-diskusi yang ada hubungannya dengan permainan yang dilakukan
membaca atau menonton film yang menuntut proses berfikir.
2.6 Agresif
Agresifitas berhubungan erat dengan kekerasan fisik yang
bertujuan mengurangi kondisi fisik lainnya agar dapat memastikan kemenangan.
Kekerasan fisik sering berkaitan dengan pelanggaran terhadap peraturan
permainan dan pertandingan, terutama pada cabang olahraga beregu seperti
permainan bola basket. Menurut Setyobroto. S. (1989: 57) pemain-pemain yang
agresif sangat diperlukan untuk memenangkan pertandingan seperti dalam
sepakbola, tinju, dsb; tetapi sifat dan sikap-sikap agresif apabila tidak
terkendali dapat menjurus pada tindakan-tindakan berbahaya, melukai lawan,
melanggar peraturan dan mengabaikan sportifitas. Menurut John Dollard, dkk
(1970) dalam Setyobroto. S. (1989: 57) tindakan agresif selalu merupakan
konsekuensi lebih lanjut dari segala frustasi, dalam arti frustasi selalu
mendorong timbulnya tingkah laku agresif.
Agresifitas dapat diartikan sebagai suatu pola laku usaha
yang di tandai keberanian dan semangat yang tinggi untuk mengejar suatu tujuan.
Agresifitas merupakan pola laku permusuhan yang bisa diwujudkan dalam
penyerangan atau dalam bentuk mempermainkan, menggoda orang lain.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
agresifitas seseorang dapat dibagi dua yakni, agresifitas yang bersifat
negative dan agresifitas yang bersifat positif. Agresifitas yang bersifat
negative lebih mengarah kepada hal-hal yang merusak, seperti berusaha untuk
mencederai lawan, sedangkan agresifitas yang bersifat positif lebih mengarah
kepada prestasi, seperti pengerahan seluruh tenaga yang dimiliki pada waktu
bermain, sehingga lawan tidak dapat membendung setiap gerakan yang dilakukan
baik pada waktu melakukan serangan maupun pada waktu bertahan. Worchel dan
Cooper, 1977 dalam Setyobroto. S. (1989: 57) lebih lanjut membedakan dua tipe
kepribadian, yaitu : (1) yang agresifitasnya kurang terkontrol, dan (2) yang
agresifitasnya selalu dikontrol dengan ketat. Tipe kepribadian yang
agresifitasnya kurang terkontrol menunjukkan kurangnya larangan terhadap pengungkapan
tingkah laku agresif dan kecenderungan untuk mengadakan respon terhadap
frustasi dengan tindakan agresif. Tipe kepribadian yang agresifitasnya selalu
dikontrol dengan ketat, menunjukkan adanya control yang ekstrim kuat terhadap
pengungkapan agresifitas dalam berbagai kondisi.
Agresifitas
merupakan dorongan alami yang wajar dan perlu penyaluran untuk mencegah
timbulnya kecenderungan permusuhan. Supaya kecenderungan bisa dinetralisirkan,
agresif harus diarahkan ke tujuan-tujuan yang tidak membahayakan dan aman.
Sebagai
atlet yunior dalam berolahraga bola basket, sifat agresif sangat dibutuhkan,
mengingat olahraga ini memerlukan fisik prima. Namun yang perlu diperhatikan
adalah sifat agresif tersebut jangan sampai mengarah pada hal-hal yang
melanggar sportifitas.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peranan kepribadian atlet dalam
mencapai prestasi dalam olahraga bola basket sangatlah kompleks. Kepribadian
seorang atlet yunior dipengaruhi oleh banyak hal yang tidak lepas dari
interaksi fisik maupun psikis. Aspek kepribadian yang harus dimiliki oleh setiap
atlet yunior adalah harus mempunyai sikap yang beroreantasi pada hasil atau
prestasi.
3.2
Saran
Uraian singkat mengenai kepribadian
sikap dan mental atlet yunior yang penulis kemukakan, diharapkan dapat memberi
gambaran langkah-langkah dalam menangani dan membantu atlet dalam hal
pencapaian kepribadian yang tertata dengan baik dan mental yang kuat dalam
menghadapi segala hal yang berkaitan dengan pembentukan mental karena yang
perlu dilakukan dalam pembinaan atlit dari segi psikologinya untuk mencapai
tujuan dan cita-cita atlit sebagai juara.
DAFTAR PUSTAKA
Harun. M. R. 2012. Bahan Ajar
Bola Basket 1”Konsep dan Teknik Dasar Bermain Bola Basket”. Persatuan Bola
Basket Seluruh Indonesia.
Setyobroto S.
1989. Psikologi Olahraga. Jakarta : PT. Anem Kosong Anem.
Uno. B. Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran.
Jakarta. PT Bumi Aksara.
Atikson. L. Rita. Dkk. (?).
Pengantar Psikologi. Batam. Interaksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
>>>>BERKOMENTARLAH YANG BAIK DAN SOPAN<<<