Minggu, 29 Desember 2013

PERANAN KEPRIBADIAN BAGI ATLET YUNIOR DALAM MENCAPAI PRESTASI PADA CABANG OLAHRAGA BOLA BASKET

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Olah raga pada hakikatnya merupakan kegiatan fisik dan psikis yang dilandasi semangat perjuangan melawan diri sendiri, orang lain atau unsure alam yang jika dipertandingkan harus dilaksanakan secara ksatria sehingga merupakan sarana untuk membentuk suatu kepribadian dalam rangka meningkatkan kualitas hidup yang lebih luhur. Oleh karena itu, kegiatan olahraga perlu dikembangkan agar setiap orang khusunya para atlet yunior dapat berprestasi di dalam kegiatan olahraga, baik dalam olahraga perorangan ataupun beregu.
            Salah satu cabang olahraga di Tanah Air yang mengalami perkembangan yang cukup pesat yaitu bola basket. Hal ini disebabkan karena jenis olahraga ini bukan hanya sebagai olahraga prestasi tetapi juga sebagai olahraga pendidikan atupun sebagai olahraga rekreasi.
            Permaianan bola basket ini sangat menari karena dapat dimainkan oleh semua golongan umur. Disamping itu karena dari para pemain dituntut keterampilan itu, karena dari para pemain dituntut keterampilan bermain, kesegaran fisik dan kekuatan daya tahan tubuh yang tingi, dan peraturan jumlah pemain yang tidak ketat, membuat permainan ini dapat dimainkan oleh berapapun jumlah pemain tergantung kondisi. Begitu pula dengan tempat terbuka (out door) maupun didalam ruangan tertutup (in door).
            Sesuai dengan pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa cabang olahraga bola basket mempunyai perkembangan yang cukup pesat, apalagi dengan semakin gencarnya penayangan pertandingan-pertandingan menarik dari Liga Bola Basket Amerika (NBA) yang ditayangkan oleh televise dan ditambah beberapa iklan promosi yang di latar belakangi oleh permainan sehingga timbul kesan bahwa tiada hari tanpa permainan bola basket. Dapat terlihat bahwa yang paling banyak menerima pengaruh dari penayangan tersebut adalah kaum muda, khususnya para pelajar mulai dari tingkat SD Sampai Perguruan Tinggi.
            Dengan melihat kondisi seperti ini, tentu merupakan suatu angin segar  yang perlu mendapat perhatian terutama para Pembina cabang olahraga ini, sebagaimana diketahui bahwa untuk menciptakan atlet yang berkualitas, maka harus dimulai sejak dini (yunior) karena pada usia tersebut merupakan saat yang paling tepat untuk dapat diberikan latihan-latihan dasar, baik fisik maupun psikis yang merupakan salah satu bekal apabila atlet tersebut meningkat pada taraf yang lebih tinggi.
            Sudah disepakati bersama untuk meningkatkan prestasi seorang atlet bukan hanya dilihat dari segi kemampuan fisiknya saja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh factor psikis dari setiap atlet. Demikian pula dalam cabang olahraga bola basket, disamping di tuntut kemampuan fisik juga sangat dipengaruhi oleh factor psikis. Hal ini secara jelas dapat dilihat pada seorang atlet yang akan melakukan tembakan kekeranjang yang apabila terjadi gangguan terhadap psikisnya maka besar kemungkinan tembakan tersebut tidak akan berhasil. Akan tetapi, apabila seseorang atlet mempunyai kekuatan psikis yang stabil, maka besar kemungkinan tembakan itu akan berhasil.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Toughmindedness (tidak mudah putus asa)
2.      Over achiver (punya target lebih)
3.      Ketegangan / kecemasan
4.      Percaya diri
5.      Status kognitif (intelegensi)
6.      Agresifitas

1.3  Tujuan
1.      Menjelaskan Toughmindedness (tidak mudah putus asa)
2.      Menjelaskan Over achiver (punya target lebih)
3.      Menjelaskan Ketangkasan / kecemasan
4.      Menjelaskan Percaya diri
5.      Menjelaskan Status kognitif (intelegensi)
6.      Menjelasjan Agresifitas



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Toughmindedness (Tidak Cepat Putus Asa)
            Seorang atlet yunior dalam cabang olahraga bola basket seharunya memiliki kepribadian tidak mudah putus asa, karena sering dijumpai baik pada waktu latihan maupun pada saat pertandingan berlangsung, terkadang seorang atlet yunior merasa kurang produktif dalam melakukan tembakan, atau selalu membuat kesalahan pada waktu melakukan dribbling maupun passing, seorang atlet yang cepat putus asa tentu akan merasa dirinya memiliki ganguan. Jika hal ini dibiarkan berlanjut, kemungkinan atlet tersebut akan mengalami frustasi dan kurang percaya diri. Hal ini tentunya menghalangi prestasi atlet itu sendiri.
            Oleh karena itu seorang atlet yunior yang memiliki sifat tidak cepat putus asa, di dalam lapangan akan selalu bermain dengan penuh semangat dan tidak kenal lelah. Dengan nmenjauhi sifat putus asa atlet yunior pasti akan merasakan kepuasan dalam pertandingan. Menurut Setyobroto. S. (1989: 30) melalui olahraga orang berharap mendapat kepuasan. Kepuasan tersebut bentuknya beraneka-ragam, dan bagi atlet salah satu bentuk kepuasan yang utama adalah tercapainya prestasi yang setinggi-tingginya atau suatu kemenangan dalam pertandingan.

2.2 Over Achiver (Punya Target Lebih)
            Sikap kepribadian over achiver dalam diri atlet yunior pada cabang olahraga bola basket merupakan modal yang sangat besar. Karena dengan sikap seperti ini atlet akan merasa dirinya mampu untuk berbuat yang terbaik tanpa melihat siapa yang akan dihadapi.       
            Sikap semacam ini dapat dikatakan sebagai sikap mental juara. Menurut James Drever dalam Setyobroto. S. (1989: 41) mental adalah keseluruhan strukutur dan proses-proses kejiwaan yang terorganisasi, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Dengan demikian jelaslah bahwa didalam diri atlet yang memiliki mental juara di dalam dirinya selalu ada yang lebih, sehingga walaupun lawan yang akan dihadapinya diatas satu tingkat atau lebih, ia akan tetap mengejar terus ketertinggalan dalam perolehan angka, dan pada saat yang tepat ia akan berusaha memenangkan pertandingan tersebut.

2.3 Ketegangann / kecemasan
            Jika ada atlet yang paling banyak mengalami ketegangan atau kecemasan, maka atlet itu adalah atlet yunior. Hal ini disebabkan karena atlet tersebut masih kurang pengalaman khususnya pengalaman bertanding, dan kemampuan teknik yang dimiliki seorang atlet yunior  masih kurang. Menurut Setyobroto. S. (1989: 94) perasaan cemas dapat terjadi pada atlet pada waktu menghadapi keadaan tertentu, misalnya dalam menghadapi kompetisi yang memakan waktu panjang dan ternyata atlet tersebut mengalami kekalahan terus menerus. Menurut Atkinson L. Rita, dkk (? : 413) seorang yang menderita gangguan kecemasan umum hidup tiap hari dalam ketegangan yang tinggi. Dengan kata lain bahwa ketegangan atau kecemasan dari seorang atlet yunior dipengaruhi oleh dua factor yaitu : factor dari dalam (internal) dan factor dari luar (internal).
            Adapun factor dari dalam (internal) seperti :
1.      Atlet sangat mengandalkan kemampuan teknisnya tanpa menyadari dirinya bahwa ia masih yunior, sehingga apabila ia berhadapan dengan lawan yang kemampuan teknisnya melebihi dirinya, maka ia akan merasa terpepet dan selanjutnya tidak mampu lagi menguasai situasi yang dihadapi.
2.      Atlet merasa main baik sekali atau buruk sekali, sehingga ada perasaan bahwa dirinya tidak bermain seperti biasanya dan akibatnya ia kurang konsentrasi dalam bermain.
3.      Adanya pikiran negatif karena dicemooh atau dimarahi. Dicemooh atau di marahi akan menimbulkan reaksi tersebut akan tetap bertahan, sehingga menjadi tekanan yang menimbulkan frustasi yang mengganggu penampilan pelaksanaan tugas.
4.      Adanya pikiran puas diri, dimana atlet akan merasa dirinya dituntut oleh dirinya sendiri untuk mewujudkan sesuatu yang mungkin berada di luar kemampuannya.
Adapun factor dari luar (eksternal) seperti :
1.      Rangsangan yang membingungkan; hal semacam ini biasanya bersumber dari komentar dari official yang merasa berkompete, baik atas koralasi, strategi atau taktik yang harus dilakukan maupun petunjuk yang lain kepada atlet.
2.      Pengaruh massa, dalam hal ini penonton; massa penonton terlebih yang masih asing dapat mempengaruhi kestabilan mental atlet. Penonton juga memainkan peranan yang sangat penting dalam suasana pertandingan, salah satu cirri massa (penonton) adalah emosi yang labil. Maka mereka akan menujukkan tindakan yang agresif berupa cemoohan kepada atlet. Disamping pengaruh yang merugikan, ada pula pengaruh masa yang dapat membangkitkan semangat atau percaya diri, sehingga dalam situasi yang kritis atlet akan merasa seakan-akan mendapat kekuatan yang berangsur-angsur membuat atlet mampu menguasai keadaan dan menunjukkan penampilan yang lebih baik.
3.      Saingan yang bukan tandingannya; Pemain atau atlet yang mengetahui bahwa lawan yang akan dihadapi adalah pemain yang peringkat di atanya atau lebih unggul dari pada dirinya, maka dalam hati kecil atlet tersebut akan timbul pengakuan akan ketidak mampuannya untuk menang, situasi tersebut akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri sendiri. Setiap kali berbuat kesalahan, ia makin menyalahkan dirinya.
4.      Kehadiran atau ketidak hadiran pelatihnya; atlet yang mempunyai hubungan personal dengan pelatih selama ia berlatih akan mengharapkan kehadiran pelatihnya selama ia bertanding tidak hadirnya pelatih yang sebenarnya sangat diharapkan oleh atlet akan berpengaruh yang kurang menguntungkan bagi penampilan atlet tersebut. Hal ini disebabkan karena atlet merasa tidak ada orang yang ia perlukan. Dengan support tersebut atlet akan merasa mampu menghadapi dan mengatasi situasi-situasi yang penting. Sebaliknya, ada atlet yang tidak senang akan kehadiran pelatih selama ia bertanding. Dalam hal ini pelatih harus cepat memahami agar tidak menimbulkan perasaan yang mengganggu pada diri atletnya.

Selain uraian di atas, factor dari luar yang dapat menimbulkan ketegangan atau kecemasan dapat pula berasal dari lapangan, tempat bertanding, cuaca / temperature atau gedung dengan segala falsilitasnya berupa system pengaturan sinar (penerangan), ventilasi, permukaan lapangan yang licin, dan lain sebagainya.
Adapun gejala yang ditimbulkan oleh ketegangan / kecemasan ini dapat di bedakan atas dua macam yakni gejala fisik dan gejala psikis.
1.      Gejala fisik
·         Adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak tenang dan sulit tidur.
·         Terjadi peregangan pada otot-otot pundak, leher, perut, terlebih lagi pada otot-otot ekstremitas.
·         Terjadi perubahan irama pernafasan.
·         Terjadi kontraksi otot setempat pada dagu, sekitar mata dan rahang.
2.      Gejala Psikis
·         Ganguan pada perhatian dan konsentrasi
·         Perubahan emosi
·         Menurunnya rasa percaya diri
·         Tiada motivasi

Dari beberapa dampak negatif yang diakibatkan oleh pengaruh ketegangan atau kecemasan, sebenarnya ada juga pengaruh positifnya. Dalam keadaan tertentu ketegangan dapat memberikan keuntungan bahkan diperlukan untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena dengan ketegangan ini, mental atlet dipersiapkan untuk menghadapi dan melaksanakan pertandingan.
Sehingga bagi atlet yunior hal ini merupakan hal yang baik, karena dengan seringnya ia memperoleh ketegangan atau kecemasan, maka semakin terlatihlah kemampuan mentalnya, khususnya cara menanggulangi apabila atlet itu sendiri mengalami ketegangan atau kecemasan, dan ini merupakan bekal bagi dirinya dalam menghadapi pertandingan-pertandingan yang akan datang. 

2.4 Percaya Diri
            Keberhasilan atau kegagalan yang dialami oleh seorang atlet junior akan rasa percaya diri yang ada pada dirinya. Kegagalan-kegagalan yang terus menerus akan memperendah percaya dirinya. Begitu pula sebaliknya, keberhasilan-keberhasilan yang diperoleh akan menambah rasa percaya dirinya. Dalam hal ini Pembina atau pelatih atlet yunior harus mampu membantu pemain untuk mampu memahami prestasinya secara objektif realistic.
            Kepercayaan diri dari seorang atlet sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan atlet sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan atlet itu sendiri. Menurut Setyobroto. S. (1989: 51) percaya diri atau “self-confidence” merupakan modal utama seorang atlet untuk dapat maju, karena pencapaian prestasi yang tinggi dan pemecahan rekor atlet itu sendiri harus dimulai dengan percaya bahwa ia dapat dan sanggup melampaui prestasi yang pernah dicapainya. Oleh karena itu seorang atlet yunior harus bisa menilai kekuatan-kekuatan lawannya, sehingga ia sendiri bisa menilai dirinya sendiri untuk dapat menambah rasa percaya diri yang dimilikinya tanpa terlalu banyak dipengaruhi oleh factor-faktor penghambat dalam setiap pertandingan. Selanjutnya Setyobroto. S. (1989: 51) berpendapat  bahwa atlet yunior mungkin melakukan latihan dan pertandingan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan keinginannya. Rasa takut akan gagal mungkin mencekam atlet yunior tersebut, dan apabila pengalamannya mengecewakan dan menimbulkan frustasi maka akibatnya akan merugikan perkembangan atlet. Bahkan mungkin atlet yunior tersebut tidak mau lagi mengikuti latihan dan pertandingan.
            Hal ini dapat dilihat pada permainan bola basket, di mana seorang pemain yang tubuhnya agak pendek berhadapan dengan pemain yang memiliki tinggi badan yang berbeda, maka pemain yang pendek tersebut harus dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh seorang yang tinggi dan mengetahui kelebihan dari seorang pemain yang pendek, sehingga dengan demikian ia tidak perlu khawatir apabila dalam pertandingan akan menjumpai hal semacam itu. Dengan demikiannya percaya diri yang dimilikinya tetap ada.

2.5 Status kognitif (intelegensi)
            Pada setiap pertandingan dimana terdapat dua tim yang akan saling berhadapan, maka yang biasanya ramai dibicarakan oleh orang dalah masalah taktik yang akan dipergunakan oleh kedua tim yang akan saling berhadapan, bahkan sering didengar adanya perang urat syaraf dari kedua tim tersebut. Hal ini disebabkan karena seringkali kemenangan dari suatu regu akan ditentukan oleh taktik yang diterapkan dan ditentukan oleh taktik yang diterapkan dalam pertandingan yang dilakukan, bahkan sering dijumpai dimana suatu tim yang dianggap lemah dapat mengalahkan tim yang dianggap kuat hanya disebabkan karena taktik yang diterapkan dalam permainan tidak sesuai atau si atlet tidak mampu menerapkan segala taktik yang diterapkan pelatihnya.
Memang harus disadari bahwa taktik dapat terlaksanadengan efektif, sangat dipengaruhi oleh tingkat intelegensi dari seorang atlet. Bagi seorang atlet yang memiliki intelegensi dari seorang atlet. Bagi seorang atlet yang memiliki intelegensi yang baik, tidak akan merasa tertekan jiwanya atau merasa kebingungan apabila ia disuruh untuk merubah taktik yang dilakukan, bahkan sangat diharapkan apabila atlet tersebut dapat menyesuaikan dengan lawan yang berbeda-beda dan situasi yang berubah-ubah.
            Bagi seorang atlet yunior pada cabang olahraga bola basket sangat diperlukan rangsangan-rangsangan agar intelegensinya dapat berfungsi dengan baik. Belajar dari pengalaman yang diperoleh melalui latihan-latihan maupun pertandingan-pertandingan yang telah dilakukan adalah  merupakan salah satu alternative yang dapat ditenpuh, alternative lain yang harus ditempuh adalah agar atlet yunior tersebut tetap mengikuti pendidikan formal apalagi seorang atlet yang memiliki postur tubuh yang tidak menunjang dalam olahraga bola basket, maka tingkat intelegensinya dapat menutupi atau bahkan menjadi andalan bagi dirinya.
Menurut Uno. B. H  (2006:59) dalam psikologi, dikemukakan bahwa intelligence, yang dalam bahasa Indonesia disebut inteligensi atau kecerdasan berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata. Akan tetapi, kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain. Oleh karena itu, inteligensi atau kecerdasan terdiri dari tiga komponen, yaitu :
a.       Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan;
b.      Kemampuan untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan;
c.       Kemampuan untuk mengubah diri sendiri atau melakukan autocritisism.
            Apabila pendidikan formal tidak diikuti, maka jalan lain yang bisa dilakukan agar si atlet terangsang intelegensinya, dapat dilakukan melalui diskusi-diskusi yang ada hubungannya dengan permainan yang dilakukan membaca atau menonton film yang menuntut proses berfikir.

2.6 Agresif
            Agresifitas berhubungan erat dengan kekerasan fisik yang bertujuan mengurangi kondisi fisik lainnya agar dapat memastikan kemenangan. Kekerasan fisik sering berkaitan dengan pelanggaran terhadap peraturan permainan dan pertandingan, terutama pada cabang olahraga beregu seperti permainan bola basket. Menurut Setyobroto. S. (1989: 57) pemain-pemain yang agresif sangat diperlukan untuk memenangkan pertandingan seperti dalam sepakbola, tinju, dsb; tetapi sifat dan sikap-sikap agresif apabila tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-tindakan berbahaya, melukai lawan, melanggar peraturan dan mengabaikan sportifitas. Menurut John Dollard, dkk (1970) dalam Setyobroto. S. (1989: 57) tindakan agresif selalu merupakan konsekuensi lebih lanjut dari segala frustasi, dalam arti frustasi selalu mendorong timbulnya tingkah laku agresif.
            Agresifitas dapat diartikan sebagai suatu pola laku usaha yang di tandai keberanian dan semangat yang tinggi untuk mengejar suatu tujuan. Agresifitas merupakan pola laku permusuhan yang bisa diwujudkan dalam penyerangan atau dalam bentuk mempermainkan, menggoda orang lain.
            Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa agresifitas seseorang dapat dibagi dua yakni, agresifitas yang bersifat negative dan agresifitas yang bersifat positif. Agresifitas yang bersifat negative lebih mengarah kepada hal-hal yang merusak, seperti berusaha untuk mencederai lawan, sedangkan agresifitas yang bersifat positif lebih mengarah kepada prestasi, seperti pengerahan seluruh tenaga yang dimiliki pada waktu bermain, sehingga lawan tidak dapat membendung setiap gerakan yang dilakukan baik pada waktu melakukan serangan maupun pada waktu bertahan. Worchel dan Cooper, 1977 dalam Setyobroto. S. (1989: 57) lebih lanjut membedakan dua tipe kepribadian, yaitu : (1) yang agresifitasnya kurang terkontrol, dan (2) yang agresifitasnya selalu dikontrol dengan ketat. Tipe kepribadian yang agresifitasnya kurang terkontrol menunjukkan kurangnya larangan terhadap pengungkapan tingkah laku agresif dan kecenderungan untuk mengadakan respon terhadap frustasi dengan tindakan agresif. Tipe kepribadian yang agresifitasnya selalu dikontrol dengan ketat, menunjukkan adanya control yang ekstrim kuat terhadap pengungkapan agresifitas dalam berbagai kondisi.
Agresifitas merupakan dorongan alami yang wajar dan perlu penyaluran untuk mencegah timbulnya kecenderungan permusuhan. Supaya kecenderungan bisa dinetralisirkan, agresif harus diarahkan ke tujuan-tujuan yang tidak membahayakan dan aman.
Sebagai atlet yunior dalam berolahraga bola basket, sifat agresif sangat dibutuhkan, mengingat olahraga ini memerlukan fisik prima. Namun yang perlu diperhatikan adalah sifat agresif tersebut jangan sampai mengarah pada hal-hal yang melanggar sportifitas.
BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peranan kepribadian atlet dalam mencapai prestasi dalam olahraga bola basket sangatlah kompleks. Kepribadian seorang atlet yunior dipengaruhi oleh banyak hal yang tidak lepas dari interaksi fisik maupun psikis. Aspek kepribadian yang harus dimiliki oleh setiap atlet yunior adalah harus mempunyai sikap yang beroreantasi pada hasil atau prestasi.

3.2 Saran

Uraian singkat mengenai kepribadian sikap dan mental atlet yunior yang penulis kemukakan, diharapkan dapat memberi gambaran langkah-langkah dalam menangani dan membantu atlet dalam hal pencapaian kepribadian yang tertata dengan baik dan mental yang kuat dalam menghadapi segala hal yang berkaitan dengan pembentukan mental karena yang perlu dilakukan dalam pembinaan atlit dari segi psikologinya untuk mencapai tujuan dan cita-cita atlit sebagai juara.



DAFTAR PUSTAKA



Harun. M. R. 2012. Bahan Ajar Bola Basket 1”Konsep dan Teknik Dasar Bermain Bola Basket”. Persatuan Bola Basket  Seluruh Indonesia.
Setyobroto S. 1989. Psikologi Olahraga. Jakarta : PT. Anem Kosong Anem.
Uno. B. Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta. PT Bumi Aksara.
Atikson. L. Rita. Dkk. (?). Pengantar Psikologi. Batam. Interaksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

>>>>BERKOMENTARLAH YANG BAIK DAN SOPAN<<<