
Iklim makro dan mikro,
Yang dimaksud dengan iklim makro yaitu iklim
atmosfer, iklim ini dalam hubungannya dengan tanah menimbulkan iklim tanah yang
meliputi iklim permukaan tanah (site climate) dan iklim tubuh tanah. Menurut
B.T BUNTING (1973) dalam ‘’ The Geographi of Soil”, atmosfer
bersama tanah berinteraksi dengan vegetasi penutup permukaan tanah dan
membentuk iklim mikro. Iklim mikro ini di daerah-daerah yang terbuka ternyata
bersifat lebih ekstrim daripada yang terdapat di daerah-daerah yang tertutup
atau terlindung rapat oleh vegetasi hutan. Iklim mikro pula lebih ekstrim
dibanding dengan iklim makro atau iklim tubuh tanah.
Pancaran matahari
Sebagian kita telah maklum semua proses yang
berlangsung di bumi demikian terkendali oleh tenaga matahari, seperti dalam
proses abiotika dan proses hayati. Siklus hidrologi yang menjadi inti khusus
keairan bumi dan juga yang menentukan keadaan kehidupan di bumi adalah demikian
terkendali oleh tenaga pancaran matahari. Demikian pentingnya pancaran matahari
itu karena dapat menguasai berbagai prosesdalam tubuh tanah yang sangat
berhubungan dengan :
- Penciptaan kesuburan tanah bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman;
- Peengembangan kerentanan tanah;
- Erosi tanah.
Jumlah tenaga pancaran matahari (panjang hari)
sangat berkaitan dengan awan serta curah hujan yang turun. Makin banyak awan
atau makin tinggi curah hujan, penyinaran matahari biasanya makin pendek. Dan
ini akan berarti keadaan air dalam tanah akan makin baik (tercukupkana) akan
tetapi keadaan penyinaran matahari yang diterima tanaman makin kurang, padahal
sinar matahari sangat dibutuhkan pula bagi tanaman. Oleh karena itulah maka
dikawasan beriklim basah atau pada musim penghujan “jumlah tenaga pancaran
matahari” atau panjang hari menjadi factor pembatas produksi pertanian.
Sedangkan dikawasan beriklim kering atau pada musim kemarau ketersediaan air
yang menjadi factor pembatas penghasil pertanian. Menurut WILLIAMS dan JOSEPH
(1976) dalam “Climate,Soil and Crop
Productions in the Humid Tropics”, hasil penelitian di Malaysia bahwa
kawasan yang mempunyai curah hujan bulanan ± 500 mm hanya mempunyai jumlah
tenaga pancaran matahari bulanan sekitar 100 jam. Sedangkan yang bercurah hujan
sekitar 125 mm, jumlah tenaga pancaran matahari bulanan yang diterima di
kawasan itu adalah sekitar 200 jam. Jadi di daerah yang banyak curahan hujannya
akan mengalami kekritisan jumlah tenaga pancaran matahari, sedang didaerah
kering atau sedikit sekali curah hujannya akan mengalami kritis air.
Jumlah tenaga pancaran matahari bulanan 100 jam dan
200 jam masing-masing adalah setara dengan lamanya penyinaran matahari sebanyak
28% dan 56%. Dataran rendah di Indonesia menurut pengamatan rata-rata jumlah
tenaga pancaran matahari bulanan sekitar 120 – 300 jam, sedangkan daerah
pegunungan yang tinggi ada yang hanya memiliki jumlah tenaga pancaran matahari
bulanan sekitar 50 jam. Tetapi menurut MOHR (1972) tidak sedikit tempat di
Indonesia bagian timur yang mempunyai jumlah tenaga pancaran matahari bulanan
diatas 300 jam.
Jika apa yang telah diterangkan di atas dihubungkan
dengan kegiatan fotosintesis (proses ini semua produksi tanaman) maka :
- Lamanya penyinaran matahari atau jumlah tenaga pancaran matahari bulanan yang diterima tanah dan tanaman di bagian barat Indonesia (Jawa barat, sumatera, Kalimantan) akan merupakan factor pengkritis. Kurangnya panjang hari merupakan factor krisisnya tanah di bagian barat Indonesia ini.
- Sedaangkan di bagian tenggara Indonesia (Bali, NTB, NTT) dan kemungkinan juga di Sulawesi bagian tengah, air merupakan factor kritisnya tanah.
- Terjadinya perbedaan yang tegas antara musim penghujan dan musum kemarau di Jawa tengah dan Jawa timur, mungkin jumlah tenaga pancaran matahari/panjang hari dan air akan merupakan factor pengkritis tanah secara bergantian.
- Ditinjau dari segi fotosintesa ini, kemungkinan sekali dikawasan Maluku dan irian jaya secara garis besarnya memiliki keadaan iklim yang secara relative sangat menguntungkan.
Ekses
air,
Kalau di atas telah dikemukakan bahwa di
daerah-daerah dengan curahan air hujan yang tinggi di tinjau dari segi
fotosintesa akan mengalami kritis jumlah tenaga pancaran matahari/panjang hari,
selanjutnya akan dikemukakan keadaan kritis yang lain yang berkaitan dengan
ekses air ( berlebihannya air) pada tanah.
Pada tanah-tanah yang kedudukannya lebih rendah atau
tanah-tanah yang terkurung oleh tanah-tanah lainnya yang letaknya lebih tinggi
sehingga tanah-tanah tersebut berbentuk cekungan-cekungan, ekses air ini sering
membentuk rawa-rawa, yang umumnya menjadikan tanah tersebut daya produksinya rendah.
Ekses air disuatau tempat, terlebih-lebih yang tanahnya memiliki kemiringan dan
ternyata kemampuan infiltrasi airnya rendah sering menimbulkan banjir hebat,
karena infiltrasi dan perkolasi tidak dapat mengimbangi laju curah hujan,arus
aliran air permukaan yang deras, meningkatkan potensi erosi. Di tempat-tempat
ini keamanan tanahhanyalah tegantung pada vegetasi yang ada terutama vegetasi
yang tumbuhnya rapat dan usaha-usaha pengawetan (konservasi), kehilangan
vegetasi penutup tentunya segera menimbulkan keadaan kritis yang lebih hebat.
Berlebihnya air (ekses air) akibat curah hujan besar
dan lama yang merupakan potensi erosi hanya mungkin menimbulkan erosi hebat
kalau menimbulkan aliran air permukaan yang hebat sedangkan erodibilitas (
kerentanan tanah terhadap erosi) cukup besar pula karena daya resap air dan
daya simpan air tubuh tanah serta kemantapan agregrasi partikel-partikel tanah
kurang baik.
Uraian-uraian diatas adalah sangat berkaitan dengan
timbulnya krisis tanah yang disebabkan atau banyak berhubungan dengan keadaan
iklim yang tidak menguntungkan (iklim yang basah) dan keadaan tanah yang
mempunyai kemiringan.
Pencucian
(leaching),
Pada tanah yang keadaannya tidak mempunyai
kemiringan atau yang hanya kecil saja kemiringannya, akan tetapi kapasitas
infiltrasi airnya cukup baik, maka sebagian besar air curah hujan akan terserap
kedalam tubuh tanah dan berlanjut menjadi perkolasi dalam. Kritisnya tanah pada
tanah yang demikian bukan lagi merupakan erosi dan penggenangan, melainkan
pencucian atau leaching.
Dengan berlangsungnya pencucian ini, secara
berangsur-angsur tanah menjadi miskin akan unsure hara. Akibatnya produktivitas
tanah atau kesuburan actual merosot, dikarenakan unsure-unsur hara yang
tersedia akan mudah sekali tercuci. Sedangkan perkolasi dalam berlangsung
secara kontinyu yang menurunkan pula cadangan mineral, dengan demikian maka
persediaan unsure hara makin berkurang. Berbagai unsure hara yang pada mulanya
berada dalam bentuk mineral oleh proses hidrolisa menjadi terbebaskan yang
selanjutnya akan mudah sekali tercuci, dank arena pencucian berlangsung terus
karena perkolasi dala selalu meningkat, maka kesuburan potensial pada tanah
akan terus merosot yang pada akhirnya tanahpun akan menjadi gersang.
Suhu
udara dan suhu tanah,
dapat dikatakan bahwa suhu udara dan suhu tanah di
Indonesia umumnya tidak menjadi factor pengkritis tanah. Kemungkinan di tempat
terpencil yang secara kebetulan pula kurang memiliki persyaratan yang
menguntungkan bagi usaha pertanian, suhu udara dan suhu tanah dikeluh kesahkan
oleh petani kita sebagai penghambat dalam usahanya, akan tetapi dengan beberapa
perlakuan dapat diatasi dengan baik.
Perlakuan mana misalnya dengan menyesuaikan tanamannya, sebagai contoh : pada
suatu ketinggian yang mendekati 1000 m diatas permukaan laut yang tidak cocok
untuk bertanam padi, para petani akan bertanam tembakau, kopi, the, jagung dan
sebagainya.
Daftar Pustaka: Mul Mulyani Sutedjo dan A.G Kartasapoetra, 2010. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
>>>>BERKOMENTARLAH YANG BAIK DAN SOPAN<<<